Sabtu, 30 April 2011

GAGAL GINJAL KRONIK

KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.

2. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :
• Infeksi
• Penyakit peradangan
• Penyakit vaskuler hipersensitif
• Gangguan jaringan penyambung
• Gangguan kongenital dan herediter
• Gangguan metabolisme
• Nefropatik toksik
• Nefropati obstruksi

Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
• Obstruksi aliran urine
• Seks/usia
• Kehamilan
• Refleks vesikoureteral
• Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam)
• Penyakit ginjal
• Gangguan metabolisme

3. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

4. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius.
Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-beda

Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.

Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)

Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.

Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari 5 % dari normal.

Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.

2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.

3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.

4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.

5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.

6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.

7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun

8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.

5. PATHWAY

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.

b. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
o Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
o Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
o Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
o Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
o Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
c. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

7. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
a. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.

b. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.

c. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

d. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.

e. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.

g. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.

h. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.

i. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.

j. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA

8. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)


KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL GINJAL KRONIS

Pengkajian
1. Aktifitas /istirahat
Gejala:
• kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
• Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
• Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala:
• Riwayat hipertensi lama atau berat
• Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
• Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
• Disritmia jantung
• Nadi lemahhalus, hipotensi ortostatik
• Friction rub perikardial
• Pucat pada kulit
• Kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
Gejala:
• Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
• Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:
• Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan kepribadian
4. Eliminasi
Gejala:
• Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
• Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
• Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
• Oliguria, dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
Gejala:
• Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
• Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)
Tanda:
• Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
• Perubahan turgor kuit/kelembaban
• Edema (umum,tergantung)
• Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
• Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori
Gejala:
• Sakit kepala, penglihatan kabur
• Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki
• Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah (neuropati perifer)
Tanda:
• Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma
• Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
• Rambut tipis, uku rapuh dan tipis
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
• Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
Tanda:
• Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
Gejala:
• Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda:
• Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
• Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. keamanan
Gejala:
• Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
• Pruritus
• Demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala:
• Penurunan libido, amenorea,infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala:
• Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
12. Penyuluhan
• Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria
• Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
• Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)

Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat
4. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema
5. Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia
6. Kurang pengetahun b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit, gagal ginjal, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi
Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium
Hasil yang diharapkan:
• Masukan dan haluaran seimbang
• Berat badan stabil
• Bunyi nafas dan jantung normal
• Elektrolit dalam batas normal
Intervensi:
• Pantau balance cairan/24 jam
• Timbang BB harian
• Pantau peningkatan tekanan darah
• Monitor elektrolit darah
• Kaji edema perifer dan distensi vena leher
• Batasi masukan cairan
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan BB dalam batas normal, albumin, dalam batas normal
Intervensi:
• Kaji status nutrisi
• Kaji pola diet nutrisi
• Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
• Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
• Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan
• Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
• Timbang berat badan harian
• Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat
Hasil yang diharapkan;
• Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktivitas yang dibuktikan dengan pengungkapan tentang berkurangnya kelemahan dan dapat beristirahat secara cukup dan mampu melakuakan kembali aktivitas sehari-hari yang memungkinkan
Intervensi:
• Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
• Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
• Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat
• Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
• Beri semangat untuk mencapai kemajuan aktivitas bertahap yang dapat ditoleransi
• Kaji respon pasien untuk peningkatan aktivitas
4. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema
Hasil yang diharapkan:
• Kulit hangat, kering dan utuh, turgor baik
• Pasien mengatakan tak ada pruritus
Intervensi:
• Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu
• Jaga kulit tetap kering dan bersih
• Beri perawatan kulit dengan lotion untuk menghindari kekeringanBantu pasien untuk mengubah posisi tiap 2 jam jika pasien tirah baring
• Beri pelindung pada tumit dan siku
• Tangani area edema dengan hati-hati
• Pertahankan linen bebas dari lipatan
5. Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia
Hasil yang diharapkan:
• Pasien tetap terbeba dari infeksi lokal maupun sitemik dibuktikan dengan tidak ada pana/demam atau leukositosis, kultur urin, tidak ada inflamasi
Intervensi:
• Pantau dan laporkan tanda-tanda infeksi seperti demam,leukositosis, urin keruh, kemerahan, bengkak
• Pantau TTV
• Gunakan tehnik cuci tangan yang baik dan ajarkanpada pasien
• Pertahankan integritas kulit dan mukosa dengan memberiakan perawatan kulit yang baik dan hgiene oral
• Jangan anjurkan kontak dengan orang yang terinfeksi
• Pertahankan nutrisi yang adekuat
6. Kurang pengetahun b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit, gagal ginjal, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi
Hasil yang diharapkan:
• Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan, mengerti tentang gagal ginjal, batasan diet dan cairan dan rencana kontrol, mengukur pemasukan dan haluaran urin.
Intervensi:
• Instruksikan pasien untuk makan makanan tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium sesuai pesanan dan hindari makanan yang rendah garam
• Ajarkan jumah cairan yang harus diminum sepanjang hari
• Ajarkan pentingnya dan instrusikan pasien untuk mengukur dan mencatat karakter semua haluaran (urin, muntah)
• Ajarkan nama obat,dosis, jadwal,tujuan serta efek samping
• Ajarkan pentignya rawat jalan terus menerus
(Tucker M, Susan dkk,1998, 585-567)


DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
2. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1987.
4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
5. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
6. Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
7. Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
8. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
9. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
10. Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI