tag:blogger.com,1999:blog-32976971458743716352024-02-07T10:22:11.814+08:00VAZRYAN WBWELCOME TO MY BLOG.....
Mga Blok NeE Dpt M'bntu Klian....!!!Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.comBlogger37125tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-76972025135020215482011-04-30T11:58:00.003+08:002011-05-01T19:53:30.099+08:00GAGAL GINJAL KRONIKKONSEP TEORI<br />
1. PENGERTIAN<br />
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.<br />
<br />
2. ETIOLOGI<br />
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :<br />
• Infeksi<br />
• Penyakit peradangan<br />
• Penyakit vaskuler hipersensitif<br />
• Gangguan jaringan penyambung<br />
• Gangguan kongenital dan herediter<br />
• Gangguan metabolisme<br />
• Nefropatik toksik<br />
• Nefropati obstruksi<br />
<br />
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:<br />
• Obstruksi aliran urine<br />
• Seks/usia<br />
• Kehamilan<br />
• Refleks vesikoureteral<br />
• Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam)<br />
• Penyakit ginjal<br />
• Gangguan metabolisme<br />
<br />
3. MANIFESTASI KLINIS<br />
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):<br />
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi<br />
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.<br />
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).<br />
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:<br />
a. Sistem kardiovaskuler<br />
• Hipertensi<br />
• Pitting edema<br />
• Edema periorbital<br />
• Pembesaran vena leher<br />
• Friction sub pericardial<br />
b. Sistem Pulmoner<br />
• Krekel<br />
• Nafas dangkal<br />
• Kusmaull<br />
• Sputum kental dan liat<br />
c. Sistem gastrointestinal<br />
• Anoreksia, mual dan muntah<br />
• Perdarahan saluran GI<br />
• Ulserasi dan pardarahan mulut<br />
• Nafas berbau amonia<br />
d. Sistem muskuloskeletal<br />
• Kram otot<br />
• Kehilangan kekuatan otot<br />
• Fraktur tulang<br />
e. Sistem Integumen<br />
• Warna kulit abu-abu mengkilat<br />
• Pruritis<br />
• Kulit kering bersisik<br />
• Ekimosis<br />
• Kuku tipis dan rapuh<br />
• Rambut tipis dan kasar<br />
f. Sistem Reproduksi<br />
• Amenore<br />
• Atrofi testis<br />
<br />
4. PATOFISIOLOGI <br />
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius.<br />
Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).<br />
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-beda <br />
<br />
Stadium I <br />
Penurunan cadangan ginjal.<br />
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.<br />
<br />
Stadium II<br />
Insufisiensi Ginjal<br />
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)<br />
<br />
Stadium III<br />
Payah ginjal stadium akhir<br />
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.<br />
<br />
Stadium IV<br />
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari 5 % dari normal.<br />
<br />
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF<br />
1. Ketidakseimbangan cairan<br />
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.<br />
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.<br />
<br />
2. Ketidaseimbangan Natrium<br />
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.<br />
<br />
3. Ketidakseimbangan Kalium<br />
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.<br />
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.<br />
<br />
4. Ketidaseimbangan asam basa<br />
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.<br />
<br />
5. Ketidakseimbangan Magnesium<br />
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.<br />
<br />
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor<br />
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.<br />
<br />
7. Anemia<br />
Penurunan Hb disebabkan oleh:<br />
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.<br />
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.<br />
• Defisiensi folat<br />
• Defisiensi iron/zat besi<br />
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun<br />
<br />
8. Ureum kreatinin<br />
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.<br />
<br />
5. PATHWAY<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtT3A60QvY843RmgbkQa8azzJ585Hj-aRzMK5EGpBjYGTUheahFSUQCUyfzkkI0kmn_OR0Zka3jOzWeRbozMS3PgiwyK_YirZkxIeain4KGPkqJQeHT871lHgnlGAFk87p-43PsZvs328g/s1600/Pathway2+GGK.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="253" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtT3A60QvY843RmgbkQa8azzJ585Hj-aRzMK5EGpBjYGTUheahFSUQCUyfzkkI0kmn_OR0Zka3jOzWeRbozMS3PgiwyK_YirZkxIeain4KGPkqJQeHT871lHgnlGAFk87p-43PsZvs328g/s400/Pathway2+GGK.jpg" width="400" /></a></div><br />
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />
a. Pemeriksaan Laboratorium<br />
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.<br />
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.<br />
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.<br />
<br />
b. Pemeriksaan Radiologi<br />
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:<br />
o Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.<br />
o Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.<br />
o Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.<br />
o Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.<br />
o Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.<br />
c. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.<br />
<br />
7. PENATALAKSANAAN<br />
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :<br />
a. Pengaturan minum<br />
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.<br />
<br />
b. Pengendalian hipertensi<br />
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.<br />
<br />
c. Pengendalian K dalam darah<br />
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.<br />
<br />
d. Penanggulangan Anemia<br />
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.<br />
<br />
e. Penanggulangan asidosis<br />
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.<br />
<br />
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi<br />
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.<br />
<br />
g. Pengurangan protein dalam makanan<br />
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih. <br />
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.<br />
<br />
h. Pengobatan neuropati<br />
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.<br />
<br />
i. Dialisis<br />
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.<br />
<br />
j. Transplantasi<br />
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA<br />
<br />
8. PENCEGAHAN<br />
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.<br />
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)<br />
<br />
<br />
KONSEP<br />
ASUHAN KEPERAWATAN <br />
GAGAL GINJAL KRONIS<br />
<br />
Pengkajian<br />
1. Aktifitas /istirahat<br />
Gejala: <br />
• kelelahan ekstrem, kelemahan malaise<br />
• Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)<br />
Tanda:<br />
• Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak<br />
2. Sirkulasi<br />
Gejala:<br />
• Riwayat hipertensi lama atau berat<br />
• Palpitasi, nyeri dada (angina)<br />
Tanda:<br />
• Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan<br />
• Disritmia jantung<br />
• Nadi lemahhalus, hipotensi ortostatik<br />
• Friction rub perikardial<br />
• Pucat pada kulit<br />
• Kecenderungan perdarahan<br />
3. Integritas ego<br />
Gejala:<br />
• Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain<br />
• Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan<br />
Tanda:<br />
• Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan kepribadian<br />
4. Eliminasi<br />
Gejala:<br />
• Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)<br />
• Abdomen kembung, diare, atau konstipasi<br />
Tanda:<br />
• Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan<br />
• Oliguria, dapat menjadi anuria<br />
5. Makanan/cairan<br />
Gejala:<br />
• Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)<br />
• Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia)<br />
Tanda:<br />
• Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)<br />
• Perubahan turgor kuit/kelembaban<br />
• Edema (umum,tergantung)<br />
• Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah<br />
• Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga<br />
6. Neurosensori<br />
Gejala:<br />
• Sakit kepala, penglihatan kabur<br />
• Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki<br />
• Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah (neuropati perifer)<br />
Tanda:<br />
• Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma<br />
• Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang<br />
• Rambut tipis, uku rapuh dan tipis <br />
7. Nyeri/kenyamanan<br />
Gejala:<br />
• Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki<br />
Tanda:<br />
• Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah <br />
8. Pernapasan<br />
Gejala:<br />
• Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum<br />
Tanda:<br />
• Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul<br />
• Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)<br />
9. keamanan<br />
Gejala: <br />
• Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi<br />
Tanda: <br />
• Pruritus<br />
• Demam (sepsis, dehidrasi)<br />
10. Seksualitas<br />
Gejala: <br />
• Penurunan libido, amenorea,infertilitas<br />
11. Interaksi sosial<br />
Gejala: <br />
• Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran dalam keluarga<br />
12. Penyuluhan <br />
• Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria<br />
• Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan<br />
• Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang<br />
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)<br />
<br />
Diagnosa Keperawatan<br />
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium<br />
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah<br />
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat<br />
4. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema<br />
5. Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia<br />
6. Kurang pengetahun b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit, gagal ginjal, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi<br />
Intervensi Keperawatan<br />
<br />
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium<br />
Hasil yang diharapkan:<br />
• Masukan dan haluaran seimbang<br />
• Berat badan stabil<br />
• Bunyi nafas dan jantung normal<br />
• Elektrolit dalam batas normal<br />
Intervensi:<br />
• Pantau balance cairan/24 jam<br />
• Timbang BB harian<br />
• Pantau peningkatan tekanan darah<br />
• Monitor elektrolit darah<br />
• Kaji edema perifer dan distensi vena leher<br />
• Batasi masukan cairan<br />
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah<br />
Hasil yang diharapkan:<br />
• Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat yang dibuktikan dengan BB dalam batas normal, albumin, dalam batas normal<br />
Intervensi:<br />
• Kaji status nutrisi<br />
• Kaji pola diet nutrisi<br />
• Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi<br />
• Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet<br />
• Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan<br />
• Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan<br />
• Timbang berat badan harian<br />
• Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat<br />
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat<br />
Hasil yang diharapkan;<br />
• Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktivitas yang dibuktikan dengan pengungkapan tentang berkurangnya kelemahan dan dapat beristirahat secara cukup dan mampu melakuakan kembali aktivitas sehari-hari yang memungkinkan<br />
Intervensi:<br />
• Kaji faktor yang menimbulkan keletihan<br />
• Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi<br />
• Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat<br />
• Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis<br />
• Beri semangat untuk mencapai kemajuan aktivitas bertahap yang dapat ditoleransi<br />
• Kaji respon pasien untuk peningkatan aktivitas<br />
4. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema<br />
Hasil yang diharapkan:<br />
• Kulit hangat, kering dan utuh, turgor baik<br />
• Pasien mengatakan tak ada pruritus<br />
Intervensi:<br />
• Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu<br />
• Jaga kulit tetap kering dan bersih<br />
• Beri perawatan kulit dengan lotion untuk menghindari kekeringanBantu pasien untuk mengubah posisi tiap 2 jam jika pasien tirah baring<br />
• Beri pelindung pada tumit dan siku<br />
• Tangani area edema dengan hati-hati<br />
• Pertahankan linen bebas dari lipatan<br />
5. Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia<br />
Hasil yang diharapkan:<br />
• Pasien tetap terbeba dari infeksi lokal maupun sitemik dibuktikan dengan tidak ada pana/demam atau leukositosis, kultur urin, tidak ada inflamasi<br />
Intervensi:<br />
• Pantau dan laporkan tanda-tanda infeksi seperti demam,leukositosis, urin keruh, kemerahan, bengkak<br />
• Pantau TTV<br />
• Gunakan tehnik cuci tangan yang baik dan ajarkanpada pasien<br />
• Pertahankan integritas kulit dan mukosa dengan memberiakan perawatan kulit yang baik dan hgiene oral<br />
• Jangan anjurkan kontak dengan orang yang terinfeksi<br />
• Pertahankan nutrisi yang adekuat<br />
6. Kurang pengetahun b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit, gagal ginjal, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi<br />
Hasil yang diharapkan:<br />
• Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan, mengerti tentang gagal ginjal, batasan diet dan cairan dan rencana kontrol, mengukur pemasukan dan haluaran urin.<br />
Intervensi:<br />
• Instruksikan pasien untuk makan makanan tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium sesuai pesanan dan hindari makanan yang rendah garam<br />
• Ajarkan jumah cairan yang harus diminum sepanjang hari<br />
• Ajarkan pentingnya dan instrusikan pasien untuk mengukur dan mencatat karakter semua haluaran (urin, muntah)<br />
• Ajarkan nama obat,dosis, jadwal,tujuan serta efek samping<br />
• Ajarkan pentignya rawat jalan terus menerus<br />
(Tucker M, Susan dkk,1998, 585-567)<br />
<br />
<br />
DAFTAR KEPUSTAKAAN<br />
<br />
1. Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.<br />
2. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.<br />
3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1987.<br />
4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.<br />
5. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC<br />
6. Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC<br />
7. Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan<br />
8. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC<br />
9. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC<br />
10. Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUIVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-6853457764046514362011-04-10T13:44:00.001+08:002011-04-10T13:45:40.607+08:00ASMA BRONCHIALEKONSEP TEIRI<br />
<br />
A. Pengertian<br />
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.<br />
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.<br />
<br />
B. Etiologi<br />
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.<br />
1. Faktor Predisposisi<br />
- Genetik<br />
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. <br />
2. Faktor Presipitasi<br />
- Alergen<br />
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:<br />
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.<br />
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan<br />
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam tangan.<br />
- Perubahan cuaca<br />
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.<br />
- Stress<br />
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.<br />
- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat<br />
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.<br />
<br />
C. Klasifikasi<br />
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:<br />
1. Ekstrinsik (alergik)<br />
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. <br />
2. Intrinsik (non alergik)<br />
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.<br />
3. Asma gabungan<br />
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.<br />
<br />
D. Patofisiologi<br />
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal reaksi alergi. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.<br />
Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.<br />
<br />
E. Manifestasi Klinis<br />
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering terjadi pada malam hari.<br />
<br />
F. Komplikasi<br />
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:<br />
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.<br />
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.<br />
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen<br />
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.<br />
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.<br />
<br />
G. Penatalaksanaan<br />
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:<br />
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera<br />
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma<br />
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma. Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.<br />
- Pengobatan<br />
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:<br />
1) Pengobatan non farmakologik<br />
a. Memberikan penyuluhan<br />
b. Menghindari faktor pencetus<br />
c. Pemberian cairan<br />
d. Fisioterapi<br />
e. Beri O₂ bila perlu<br />
2) Pengobatan farmakologik<br />
- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:<br />
a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)<br />
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).<br />
b. Santin (teofilin)<br />
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)<br />
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.<br />
- Kromalin<br />
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.<br />
- Ketolifen <br />
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral. <br />
<br />
H. Pencegahan Serangan Asma pada Anak<br />
1. Menghindari pencetus<br />
Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan pada keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah. Untuk menghindari pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak:<br />
- Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih sering. Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain anak. Jangan memelihara binatang.<br />
- Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan yang mengandung zat pewarna.<br />
- Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat yang sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.<br />
2. Kegiatan fisik<br />
Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga. namun olahraga perlu diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan dilakukan dengan cara:<br />
- Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang mendadak<br />
- Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-batuk, kegiatan diteruskan.<br />
- Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau menghirup aerosol terlebih dahulu.<br />
<br />
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN<br />
1. Pengkajian<br />
a. Riwayat kesehatan masa lalu<br />
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya<br />
- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan<br />
b. Aktivitas<br />
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas<br />
- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-hari<br />
- Tidur dalam posisi duduk tinggi<br />
c. Pernapasan<br />
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan<br />
- Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur<br />
- Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.<br />
- Adanya bunyi napas mengi<br />
- Adanya batuk berulang<br />
d. Sirkulasi<br />
- Adanya peningkatan tekanan darah<br />
- Adanya peningkatan frekuensi jantung<br />
- Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis<br />
e. Integritas ego<br />
- Ansietas<br />
- Ketakutan<br />
- Peka rangsangan<br />
- Gelisah <br />
f. Asupan nutrisi<br />
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan<br />
- Penurunan berat badan karena anoreksia<br />
g. Hubungan sosial<br />
- Keterbatasan mobilitas fisik<br />
- Susah bicara atau bicara terbata-bata<br />
- Adanya ketergantungan pada orang lain<br />
Pemeriksaan Penunjang<br />
a. Pemeriksaan radiologi<br />
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:<br />
- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah<br />
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.<br />
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru<br />
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal<br />
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.<br />
b. Pemeriksaan tes kulit<br />
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.<br />
c. Elektrokardiografi<br />
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:<br />
- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation<br />
- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)<br />
- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif.<br />
d. Scanning Paru<br />
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.<br />
e. Spirometri <br />
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.<br />
2. Diagnosa Keperawatan<br />
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkospasme<br />
Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan jelas<br />
Intervensi:<br />
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi<br />
- Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi<br />
- Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat<br />
- Tempatkan klie pada posisi yang nyaman. Contoh: meninggikan kepala TT, duduk pada sandaran TT<br />
- Pertahankan polusi lingkungan minimum. Contoh: debu, asap,dll<br />
- Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.<br />
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.<br />
2) Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen<br />
Tujuan: perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat<br />
Intervensi:<br />
- Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa<br />
- Awasi tanda vital dan irama jantung<br />
- Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi klien<br />
- Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia<br />
- Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara<br />
- Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik.<br />
3) Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak<br />
Tujuan: menurunkan kecemasan pada orang tua dan anak<br />
Intervensi untuk orang tua:<br />
- Berikan ketanangan pada orang tua<br />
- Memberikan rasa nyaman<br />
- Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian dan informasi (Waley & Wong, 1989)<br />
- Mendorong keluarga untuk terlibat dalam perawatan anaknya<br />
- Konsultasi dengan tim medis untuk mengetahui kondisi anaknya.<br />
Intervensi untuk anak:<br />
- Bina hubungan saling percaya<br />
- Mengurangi perpisahan dengan orang tuanya<br />
- Mendorong untuk mengekspresikan perasaannya<br />
- Melibatkan anak dalam bermain<br />
- Siapkan anak untuk menghadapi pengalaman baru, misal: pprosedur tindakan<br />
- Memberikan rasa nyaman<br />
- Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian informasi (Waley & Wong, 1989).<br />
4) Risiko tinggi kopong keluarga tidak efektif b.d tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial orang tua<br />
Tujuan: koping keluarga kembali efektif<br />
Intervensi:<br />
- Buat hubungan dengan orang tua yang mendorong mereka mengungkapkan kesulitan<br />
- Berikan informasi pada orang tua tentang perkembangan anak<br />
- Berikan bimbingan antisipasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan<br />
- Tekankan pentingnya sistem pendukung<br />
- Anjurkan orang tua untuk menyediakan waktu sesuai kebutuhan<br />
- Bantu orang tua untuk merujuk pada ahli penyakit<br />
- Informasikan kepada orang tua tentang pelayanan yang tersedia di masyarakat.<br />
<br />
Referensi :<br />
- Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.<br />
- Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta.<br />
- Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.<br />
- Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-72180630411576004292010-09-28T14:14:00.003+08:002010-09-28T14:21:21.310+08:00MOLA HIDATIDOSAA. Pengertian<br />
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)<br />
<br />
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).<br />
<br />
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).<br />
<br />
B. Etiologi<br />
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :<br />
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.<br />
2. Imunoselektif dari tropoblast.<br />
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.<br />
4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)<br />
<br />
C. Patofisiologi<br />
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :<br />
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.<br />
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.<br />
<br />
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :<br />
• Teori missed abortion<br />
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.<br />
• Teori neoplasma dari Park<br />
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.<br />
• Studi dari Hertig<br />
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.<br />
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)<br />
<br />
D. Tanda dan Gejala<br />
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :<br />
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.<br />
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).<br />
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.<br />
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).<br />
<br />
E. Pemeriksaan Penunjang<br />
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :<br />
1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).<br />
2. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.<br />
3. Foto roentgen dada.<br />
<br />
F. Penatalaksanaan Medis<br />
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :<br />
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.<br />
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.<br />
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.<br />
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).<br />
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.<br />
<br />
KONSEP<br />
ASUHAN KEPERAWATAN <br />
A. PENGKAJIAN<br />
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.<br />
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :<br />
1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.<br />
2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.<br />
3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :<br />
o Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.<br />
o Riwayat kesehatan masa lalu<br />
o Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.<br />
4. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.<br />
5. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.<br />
6. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.<br />
7. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.<br />
8. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.<br />
9. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.<br />
10. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.<br />
<br />
Pemeriksaan Fisik :<br />
• Inspeksi<br />
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.<br />
Hal yang diinspeksi antara lain :<br />
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.<br />
• Palpasi<br />
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.<br />
o Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.<br />
o Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.<br />
o Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.<br />
• Perkusi<br />
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.<br />
o Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.<br />
o Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.<br />
• Auskultasi<br />
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)<br />
<br />
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.<br />
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.<br />
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.<br />
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.<br />
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan<br />
<br />
C. INTERVENSI<br />
DIAGNOSA I<br />
"Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan"<br />
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang<br />
Kriteria Hasil :<br />
• Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang<br />
• Ekspresi wajah tenang<br />
• TTV dalam batas normal<br />
Intervensi :<br />
• Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.<br />
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.<br />
• Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam<br />
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.<br />
• Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi<br />
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.<br />
• Beri posisi yang nyaman<br />
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.<br />
• Kolaborasi pemberian analgetik<br />
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.<br />
DIAGNOSA II<br />
"Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan"<br />
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri<br />
Kriteria Hasil :<br />
• Kebutuhan personal hygiene terpenuhi<br />
• Klien nampak rapi dan bersih.<br />
Intervensi :<br />
• Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri<br />
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.<br />
• Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari<br />
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.<br />
• Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya<br />
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.<br />
• Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien.<br />
• Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.<br />
DIAGNOSA III<br />
"Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri"<br />
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu<br />
Kriteria Hasil :<br />
• Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.<br />
• Konjungtiva tidak anemis.<br />
Intervensi :<br />
• Kaji pola tidur<br />
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.<br />
• Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang<br />
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.<br />
• Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur<br />
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.<br />
• Batasi jumlah penjaga klien<br />
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.<br />
• Memberlakukan jam besuk<br />
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.<br />
• Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam<br />
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.<br />
DIAGNOSA IV<br />
"Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi"<br />
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas<br />
Kriteria Hasil :<br />
• Tanda-tanda vital dalam batas normal<br />
• Klien tidak mengalami komplikasi.<br />
Intervensi :<br />
• Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis<br />
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.<br />
• Pantau suhu lingkungan<br />
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.<br />
• Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak<br />
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.<br />
• Berikan kompres hangat<br />
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.<br />
• Kolaborasi pemberian obat antipiretik<br />
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.<br />
DIAGNOSA V<br />
"Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan"<br />
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang<br />
Kriteria Hasil :<br />
• Ekspresi wajah tenang<br />
• Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.<br />
Intervensi :<br />
• Kaji tingkat kecemasan klien<br />
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.<br />
• Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya<br />
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.<br />
• Mendengarkan keluhan klien dengan empati<br />
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.<br />
• Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan<br />
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.<br />
• Beri dorongan spiritual/support<br />
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
• Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.<br />
• Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta. <br />
• Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta<br />
• Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta<br />
• Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta<br />
• Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-60320474157082027262010-04-20T11:55:00.000+08:002010-04-20T12:00:40.598+08:00LAPARATOMIPengertian
<br />Pembedahan perut sampai dengan membuka selaput perut .
<br />Ada 4 cara, yaitu;
<br />1. Midline incision
<br />2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
<br />3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
<br />4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
<br />
<br />Indikasi
<br />1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
<br />2. Peritonitis
<br />3. Perdarahan saluran pencernaan.
<br />4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
<br />5. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).
<br />
<br />PERAWATAN PRE OPERATIF
<br />PENGKAJIAN
<br />Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :
<br />• Umur
<br />• Alergi terhadap obat, makanan
<br />• Pengalaman pembedahan
<br />• Pengalaman anestesi
<br />• Tembakau, alcohol, obat-obatan
<br />• Lingkungan
<br />• Kemampuan self care
<br />• Support system
<br />
<br />PEMERIKSAAN FISIK
<br />• Pengkajian dasar preop dilakukan untuk :
<br />• Menentukan data dasar
<br />• Masalah pengobatan yang tersembunyi
<br />• Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
<br />• Potensial komplikasi post op.
<br />
<br />Fokus : Riwayat dan sistem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan.
<br />
<br />System kardiovaskuler
<br />Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan anestesi.
<br />Perubahan jantung 39 % kematian perioperatif.
<br />
<br />Sistem pernapasan
<br />Lansia, smoker, PPOM resiko atelektasis, kolap jaringan paru.
<br /> Mencegah pertukaran oksigen/CO2
<br /> Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru.
<br /> Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru efisiensi ekskresi paru terhadap anestesi menurun.
<br />
<br />Renal system
<br />Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi
<br />Skopolamin, morphin konfusi disorientasi
<br />
<br />Neuorologi system :
<br />Kemampuan ambulasi, dan reflek, serta aktivitas lainya.
<br />
<br />Muskulussceletal
<br />Deformitas mempengaruhi posisi intra dan post-operasi
<br />Artritis menerima posisi nyeri post-operasi oleh karena immobilisasi
<br />Kekuatan, tonus otot.
<br />
<br />Status Nutrisi
<br />Malnutrisi, obesitas resiko tinggi pembedahan
<br />Vit. C , vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin.
<br />Obesitas wondhiling menurun oleh karena jaringan lemak tinggi
<br />
<br />Psikososial asesment
<br />Tujuan : menentukan kemampuan coping
<br /> Informasi
<br /> Support
<br />
<br />Laboratorium
<br />Analisis:
<br />1. Pengetahuan kurang sehubungan dengan pengalaman pre-op
<br />2. Kecemasan sehubungan dengan pengalaman pre-op
<br />
<br />
<br />Pengetahuan kurang ( knowledge defisite )
<br />Tujuan : Klien mengatakan dan mematuhi prosedur pre-op
<br /> Mendemostrasikan teknik untuk mencegah komplikasi post-op
<br />
<br />Intervensi
<br />Fokus : Edukasi pre-operasi
<br />Informasi : Informed consent, pembatasan diit, pre-operatip preparation, post-op exersice.
<br />
<br />Informed Consent :
<br />- alasan pembedahan
<br />- pilhan dan resikonya
<br />- resiko pembedahan
<br />- resiko anestesi
<br />
<br />Pembatasan diit NPO (nothing per oral ) 6 – 8 jam sebelum pembedahan GI (gastro intestinal ) preparasi :
<br />- mencegah perlukaan colon
<br />- melihat jelas area
<br />- mengurangi bacteri intestinal
<br />
<br />Skin preparasi
<br />Tube, drain, Intra Venous line
<br />Post – op exercise :
<br />- diaphragmatic breating
<br />- incestive spirometri
<br />- cougling and spinting the surgical wound
<br />- turning and leg exercise
<br />
<br />Kecemasan :
<br />Tujuan : kecemasan klien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat
<br />Intervensi :
<br />- preoperatip teaching
<br />- comunikatip
<br />- rest.
<br />
<br />INTERVENSI KLIEN INTRA OPERATIF
<br />Anggota tim pembedahan
<br />Tim pembedahan terdiri dari :
<br />• Ahli bedah
<br />• Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi.
<br />• Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bius dokter, risiden, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
<br />• Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.
<br />• Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
<br />• Circulating Nurse
<br />• Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
<br />Tugas :
<br /> Set up ruangan operasi
<br /> Menjaga kebutuhan alat
<br /> Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
<br /> Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
<br /> Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.
<br />
<br />Selama pembedahan :
<br />- Mengkoordinasikan aktivitas
<br />- Mengimplementasikan NCP
<br />- Membenatu anesthetic
<br />- Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.
<br />
<br />• Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.
<br />
<br />Penyiapan kamar dan team pembedahan.
<br />Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua factor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi.
<br />1). Lay Out pembedahan.
<br />Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik).
<br />Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi design (protektif, bersih, steril dan kotor).
<br />Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
<br />Umumnya :
<br />• Kamar terima
<br />• Ruang untuk peralatan bersih dan kotor.
<br />• Ruang linen bersih.
<br />• Ruang ganti
<br />• Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat.
<br />• Scrub area.
<br />Ruang operasi terdiri dari :
<br />• Stretcher atau meja operasi.
<br />• Lampu operasi.
<br />• Anesthesia station.
<br />• Meja dan standar instrumen.
<br />• Peralatan suction.
<br />• System komunikasi.
<br />
<br />2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.
<br />Sumber utama kontaminasi bakteri team pembedahan yang hygiene dan kesehatan ( kulit, rambut, saluran pernafasan).
<br />
<br />Pencegahan kontaminasi :
<br />• Cuci tangan.
<br />• Handscoen.
<br />• Mandi.
<br />• Perhiasan (-) cincin, jam tangan, gelang.
<br />
<br />3). Pakaian bedah.
<br />Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
<br />Tujuan: Menurunkan kontaminasi.
<br />
<br />4). Surgical Scrub.
<br />Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
<br />• Ahli Bedah
<br />• Semua asisten
<br />• Scrub nurse.
<br /> sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.
<br />
<br />Alat-alat:
<br />• Sikat cucin tangan reuable / disposible.
<br />• Anti microbial : betadine.
<br />• Pembersih / pemotong kuku.
<br /> Waktu : 5 – 10 menit dikeringkan dengan handuk steril.
<br />
<br />Anasthesia.
<br />
<br />Anasthesia (Bahasa Yunani) Negatif Sensation.
<br />Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran.
<br />Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot.
<br />Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan factor klien.
<br />
<br />Type anasthesia:
<br />Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
<br />
<br />1. Anasthesia Umum.
<br />Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak.
<br /> Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
<br />
<br />Stadium Anesthesia.
<br />- Stadium I : Relaksasi
<br />Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.
<br />- Stadium II : Excitement.
<br />Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
<br />- Stadium III : Ansethesi pembedahan..
<br />Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
<br />- Stadium IV : Bahaya.
<br />Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
<br />
<br />Metode Pemberian
<br />Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
<br />
<br />Inhalasi
<br />Metode yang paling dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru.
<br />Obat anesthesia inhalasi yang diberikan :
<br />Gas: Nitrous Axida ( N20).
<br />Paling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa induksi dan pemulihan yang cepat.
<br />Jenis yang biasa dipakai;
<br />a. Folatile:
<br />b. Halotan :
<br />c. Ethrane.
<br />d. Penthrane.
<br />e. Forane.
<br />
<br />Anesthesi Injeksi IV.
<br />Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan. Jenis opbat yamng biasa dipakai;
<br /> Barbiturat.
<br /> Narcotik:
<br /> Inovar
<br /> Ketamine
<br /> Neuromusculer Brochler.
<br />
<br />Anestesi Local Atau Regional
<br />Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus.
<br />
<br />Teknik pemberian.
<br />Anestesi Topikal
<br />Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi
<br />Bentuk: Salep atau spray.
<br />
<br />Lokal Anestesi
<br />Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.
<br />
<br />Field Block
<br />Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi
<br />( hernioraphy , dental prosedur ,bedah plstik )
<br />
<br />Nerve Block
<br />Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi. Block saraf memutus transmisi sensasi, motor, sympatis.
<br />
<br />Spinal Anestesi / Intra Techal
<br />Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid.
<br />Pada L 2 – 3 atau L 3 – 4.
<br />
<br />PENGKAJIAN :
<br />Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
<br />- Memvalidasi identitas klien.
<br />- Memvalidasi inform concent.
<br />
<br />Chart Review.
<br />- Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama pembedahan.
<br />- Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
<br />
<br />Perawat menanyakan.:
<br />- Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
<br />- Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
<br />- Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
<br />- Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
<br />- Kateterisasi.
<br />
<br />
<br />DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
<br />1. Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
<br />2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
<br />3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan anesthesia
<br />4. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan tubuh selama pembedahan.
<br />
<br />PERENCANAAN
<br />Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
<br />Tujuan : Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama pembedahan dan bebas dari perlukaan peralatan operasi.
<br />
<br />INTERVENSI:
<br />- Persiapan dan penggunaan obat anesthesia yang tepat.
<br />- Positioning posisi yang tepat.
<br />Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi yang minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV line, cara anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
<br />- Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak menekan tubuh.
<br />- Chek hati-hati alat / electrosurgical mencegah luka bakar.
<br />
<br />Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
<br />Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang minimal.
<br />
<br />Intervensi:
<br />- Plastic adhesive drape setelah daerah pembedahan dibersihkan dan kering.
<br />- Penutupan kulit:
<br />- Tujuan:
<br />- Menutup lumen pembuluh darah.
<br />- Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.
<br />- Mencegah kontaminasi luka.
<br />
<br />Dua factor yang menentukan kekuatan penutupan luka :
<br />- Materi jahitan.
<br />Ahli bedah akan memilih metode dan type penutupan kulit berdasarkan letak incisi, ukuran dan kedalaman luka, usia dan riwayat medik klien.
<br />- Staples dan plester digunakan untuk menutup luka superfisialis atau epidermis.
<br />Benang jahit : Absorbable dan non absorbable.
<br />Ukuran benang : 0.-5, 2 – 0 –11- 0.
<br />
<br />INTERVENSI KLIEN POST OPERASI.
<br />PENGKAJIAN;
<br />Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
<br />
<br />Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik
<br />
<br />System Pernafasan.
<br />Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
<br />- Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
<br />- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
<br />- Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
<br />- Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
<br />Thorax Drain.
<br />
<br />Sistem Cardiovasculer.
<br />Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
<br />Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.
<br />Nadi meningkat shock, nyeri, hypothermia.
<br />Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
<br />Homan’s saign trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
<br />
<br />Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
<br />- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
<br />- Ukur cairan NG tube, out put urine, drainage luka.
<br />- Kaji intake / out put.
<br />- Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
<br />
<br />Sistem Persyarafan.
<br />- Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran semua klien dengan anesthesia umum.
<br />- Klien dengan bedah kepala leher : respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum depresi fungsi motor.
<br />
<br />Sistem Perkemihan.
<br />- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
<br /> Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
<br />Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
<br />- Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam komplikasi ginjal.
<br />
<br />Sistem Gastrointestinal.
<br />- Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
<br />- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
<br />- Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
<br />- jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
<br />- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
<br />• Meningkatkan istirahat.
<br />• Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
<br />• Memonitor perdarahan.
<br />• Mencegah obstruksi usus.
<br />• Irigasi atau pemberian obat.
<br />
<br />Sistem Integumen.
<br />- Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid.
<br />- Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
<br />- Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
<br />• Infeksi luka.
<br />• Diostensi dari udema / palitik ileus.
<br />• Tekanan pada daerah luka.
<br />• Dehiscence.
<br />• Eviscerasi.
<br />
<br />Drain dan Balutan
<br />Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, (Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan.
<br />
<br />Pengkajian Nyeri
<br />Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative.
<br />Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.
<br />
<br />Pemeriksaan Laboratorium.
<br />Dilakukan untuk memonitor komplikasi .
<br />Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
<br />
<br />DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
<br />1. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri.
<br />2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan drainage.
<br />3. Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
<br />4. Potensial terjadi perlukaan berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesi.
<br />5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post operasi.
<br />6. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan skresi.
<br />7. Perubahan eliminasi urine ( penurunan) berhubungan dengan obat anesthesia dan immobilisasi.
<br />
<br />PERENCANAAN
<br />1. Gangguan pertukaran gas
<br />Tujuan :
<br />Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang adekuat.
<br />Intervensi :
<br />- Posistioning klien untuk mencegah aspirasi
<br />- Insersi mayo mencegah obstruksi, melakukan suction.
<br />- Pemberian aksigen
<br />- Endotracheal tube/mayo dilepas refleks gag kembali
<br />- Dorong batuk dan bernapas dalam 5 – 10 x setiap 2 jam. Khususnya 72 jam pertama (potensial komplikasi :atelektasis, pneumonia).
<br />- Klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer.
<br />- Suction.
<br />
<br />2. Gangguan integritas kulit
<br />Tujuan :
<br />- luka klien akan sembuh tanpa komlikasi luka post operatif.
<br />
<br />Penyebab luka infeksi :
<br />- kontaminasi selama pembedahan
<br />- infeksi preoperative
<br />- teknik aseptic yang terputus
<br />- status klien yang jelek.
<br />Intervensi :
<br />- Terapi obat :
<br /> antibiotik profilaksis spectrum luas (24 – 72 jam post op)
<br /> perawatan luka dengan gaas antibiotik.
<br />- Balutan luka : ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan balutan dibuka 3-6 hari.
<br />- Drain :
<br /> evakuasi cairan dan udara
<br /> mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka bedah.
<br />
<br />3. Nyeri
<br />Tujuan : klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi selama operasi.
<br />Intervensi :
<br />- Terapi obat :
<br />• Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik nyeri akut (meperidin hydroclorida, morphine sulphate, codein sulphate, dan lain-lain.)
<br />• Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat.
<br />• Pada pembedahan yang luas kontrol nyeri iv pump.
<br />• Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas, hyotensi, mual, muntah komplikasi narkotik).
<br />
<br />Metode pangendalian nyeri yang lain :
<br />1. positioning
<br />2. perubahan posisi tiap 2 jam
<br />3. masase
<br />
<br />EVALUASI :
<br />Kriteria hasil yang diharapkan pada klien post op adalah :
<br />1. Mempertahankan ekspansi paru dan fungsi yang adekuat yang ditandai suara napas jernih.
<br />2. Mengikuti diet TKTP
<br />3. menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatan balutan dan drain.
<br />4. Penyembuhan komplit tanpa komplikasi
<br />5. Mengungkapkan nyeri hilang.
<br />
<br />DAFTAR KEPUSTAKAAN
<br />
<br />- Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI
<br />- Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.
<br />- Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.
<br />Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-88141359401388198252010-04-20T11:44:00.001+08:002010-04-20T13:30:20.106+08:00MASTOIDITISPengertian :<br />Infeksi akut dan kronik yang mengenai mukosa dan sel – sel mastoid, yang merupakan kelanjutan dari proses Otitis media akut supuratif yang tidak teratasi.<br /><br />Etiologi :<br />Kuman penyebab :<br />- S. Pneumonie <br />- S. Aureus<br />- H.Influenza.<br /><br />Patofisiologi :<br />Keradangan pada mukosa kavum timpani pada otitis media supuratif akut dapat menjalar ke mukosa antrum mastroid. Bila terjadi gangguan pengaliran sekret melalui aditus ad antrum dan epitimpanum menimbulkan penumpukan sekret di antrum sehingga terjadi empiema dan menyebabkan kerusakan pada sel – sel mastoid.<br /><br />Diagnosis Banding :<br />1. Anamnesis :<br />- Nyeri dan rasa penuh di belakang telinga<br />- Otorea terus menerus selama lebih dari 6 minggu <br />- Febris / Subfebris<br />- Pendengaran berkurang.<br /><br />2. Pemeriksaan :<br />- Daun telinga terdorong kedepan lateral bawah, sulkus retroaurikuler menghilang (infiltrat/Abses Retroaurikula).<br />- Nyeri tekanan pada planum mastoid.<br />- Pada otoskopi tampak :<br /> Dinding belakang atas MAE menurun (“Sagging”)<br /> Perforasi membran timpani<br /> “Reservoir sigh”<br /> Sekret mukopurulen<br /><br />3. Pemeriksaan tambahan :<br /> Pada X foto mastoid Schuller tampak kerusakan sel – sel mastoid (Rongga Empiema)<br /> Limphadonitis retroauricularis<br /> Athoroma yang mengalami infokasi<br />Penyulit :<br />- Abses subperiosteal (retroaurikula)<br />- Paresis/paralisis syaraf fasialis <br />- Labirintitis<br />- Komplikasi intrakranial : Abses perisinus. Abses ekstra dural, Meningitis, Abses otak.<br />Terapi : <br />- Operasi : Mastoidektomi simpel.<br />- Antibiotik : ampisillin/amoksillin i.v atau oral 4 x 500 – 1000 mg di berikan selama 7 – 10 hari. Untuk yang alergi terhadap ampisillin / amoksillin dapat di berikan Eritromisin dengan dosis 3 – 4 x 500 mg, selama 7 – 10 hari.<br />- Analgesik / Antipiretik : Parasetamol / Asetosal / Metampiror bila diperlukan. <br /> <br />ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />PENGKAJIAN<br />Keluhan yang spesifik : <br />- Adanya nyeri dan rasa penuh di belakang telinga<br />- Otorea terus menerus selama lebih dari 6 minggu <br />- Febris / Subfebris<br />- Pendengaran berkurang<br />Pemeriksaan :<br />- Daun telinga terdorong kedepan lateral bawah, sulkus retroaurikuler menghilang (infiltrat/Abses Retroaurikula).<br />- Nyeri tekanan pada planum mastoid.<br />- Pada otoskopi tampak :<br /> Dinding belakang atas MAE menurun (“Sagging”)<br /> Perforasi membran timpani<br /> “Reservoir sigh”<br /> Sekret mukopurulen<br />Pemeriksaan tambahan :<br /> Pada X foto mastoid Schuller tampak kerusakan sel – sel mastoid (Rongga Empiema)<br /> Limphadonitis retroauricularis<br /> Athoroma yang mengalami infokasi<br /><br />DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Nyeri sehubungan dengan proses peradangan <br />2. Gangguan sensori / presepsi sehubungan dengan kerusakan pada telinga tengah<br />3. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan nyeri<br />4. Ansietas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan<br />5. Isolasi sosial sehubungan dengan penurunan pendengaran<br />6. Resiko tinggi trauma sehubungan dengan gangguan presepsi pendengaran<br />7. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan <br /><br />INTERVENSI KEPERAWATAN<br />Memberikan rasa nyaman<br />1. Mengurangi rasa nyreri<br /> Beri aspirin/analgesik sesuai instruki<br /> Kompres dingin di sekitar area telinga<br /> Atur posisi<br /> Beri sedatif sesuai indikasi<br />Mencegah penyebaran infeksi<br /> Ganti balutan tiap hari sesuai keadaan<br /> Observasi tanda – tanda infeksi lokal<br /> Ajarkan klien tentang pengobatan <br /> Amati penyebaran infeksi pada otak :<br />Tanda vital, menggigil, kaku kuduk. <br />Monitor gangguan sesori<br /> Catat status pendengaran<br /> Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal mastoidectomi karena gangguan telinga dalam. Berikan tindakan pengamanan.<br /> Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa karena perlukaan (injuri) saraf wajah.<br />H.E<br /> Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinu sesuai aturan<br /> Beritahu komplikasi yang mungkin terjadi dan bagaimana melaporkannya<br /> Tekankan hal – hal yang penting yang perlu di follow up,evaluasi pendengaran<br />Terapi medik<br /> Antibiotik dan tetes telinga : Steroid<br /> Pengeluaran debris dan drainase pus untuk melindungi jaringan dari kerusakan : miringotomy<br />Interfensi bedah<br /> Indikasi jika terdapat chaolesteatoma<br /> Indikasi jika terjadi nyeri, vertigo,paralise wajah, kaku kuduk, (gejala awal meningitis atau obses otak)<br /> Tipe prosedur<br /> Simpel mastoid decstomi<br /> Radical mastoiddectomiVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-72653462680941544362010-04-20T11:37:00.003+08:002011-05-01T20:39:20.982+08:00CA LARING<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">KONSEP TEORI</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">A. Pengertian</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">Secara anatomi tumor laring dibagi atas tiga bagian yaitu supra glotik, tumor pada plika ventrikularis, aritenoid, epiglotis dan sinus piriformis (Glotis : tumor pada korda vokalis , Subglotis : tumor dibawah korda vokalis).</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">B. Etiologi<br />
Kanker laring mewakkili 1% dari semua kanker dan terjadi lebih sering pada pria, faktor-faktor penyebabnya adalah:<br />
1. Tembakau<br />
2. Alkohol dan efek kombinasinya<br />
3. Ketegangan vocal<br />
4. Laringitis kronis<br />
5. Pemajanan industrial terhadap karsinogen<br />
6. Defisiensi nutrisi (riboflavin) dan<br />
7. Predisposisi keluarga<br />
<br />
</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">C. Patofisiologi</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa.Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat.Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe.Bila kanker melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi.Tumor supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">D. Manifestasi Klinis<br />
1. Sesak terjadi pada awal dan di area glotis<br />
2. Nyeri dan rasa terbakar pada tenggorok ketika minum cairan panas dan jus jeruk<br />
3. Mungkin teraba benjolan di leher<br />
4. Gejala-gejala akhir termasuk disfagia, dispnea, sesak dan nafas bau<br />
5. Pembesaran nodus servikal, penurunan BB, debilitas umum dan nyeri yang menjalar ke telinga dapat menandakan adanya metastasis (transfer penyakit dari satu organ ke organ lain).<br />
<br />
E. Stadium<br />
Tergantung keadaan tumor (T), pembesaran kelenjar regional ( N ), dan metastasis jauh ( M ).<br />
Stadium : </span><br />
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">I : T1 No Mo<br />
II : T2 No Mo<br />
III : T3 No Mo, T2 N1 Mo, T3 N1 Mo<br />
IV : T4 No Mo, semua T N2 M1, semua T semua N dan M.<br />
<br />
F. Tes Diagnostik<br />
Pada karsinoma laring, dilakukan pemeriksaaan larigoskopik langsung di bawah anestesi umum.Pemeriksaan laring dengan kaca laring atau laringoskopi langsung dapat menunjukan tumor dengan jelas. Tempat yang sering timbul tumor dapat dilihat pada gambar. Sinar-X dada, scan tulang, untuk mengidentifikasi kemungkinan metaphase. darah lengkap, dapat menyatakan anemi yang merupakan masalah umum. Laringografi dapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan pembuluh darah dan pembuluh limfe, kemudian laring diperiksa dengan anestesi umum dan dilakukan biopsy pada tumor.Gigi yang berlubang sebaiknya dicabut pada saat yang sama.<br />
<br />
G. Penatalaksanaan<br />
Pengobatan bervariasi tergantung pada kemajuan malignasi, pilihannya termasuk terapi radiasi dan pembedahan.<br />
1. Pemeriksaan gigi lengkap untuk menyingkirkan penyakit gigi<br />
2. Masalah-masalah gigi harus dibereskan sebelum pembedahan<br />
3. Terapi radiasi mencapai hasil yang sangat baik jika hanya satu sisi pita suara yang terkena<br />
4. Laringektomi parsial dianjurkan pada tahap dini, terutama pada kanker laring intrinsik<br />
5. Laringektomi supraglofik (horizontal) digunakan untuk beberapa tumor ekstrinsik, keuntungan utama operasi ini adalah pemulihan suara<br />
6. Laringektomi henivertikal dilakukan jika tumor sudah menjalar melebihi pita suara, tetapi kurang dari 1 cm dalam area subglotis<br />
7. Laringektomi total untuk kanker ekstrinsik (menjalar melebihi pita suara). Pasien akan mengalami kehilangan pita suara, tetapi akan mempunyai kemampuan menelan normal.<br />
<br />
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN<br />
A Pengkajian<br />
1. Integritas Ego<br />
Gejala : Perasaan takut akan kehilangan suara, mati, terjadi atau berulangnya kanker, kuatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja dan keuangan.<br />
Tanda : Ansietas, depresi, marah dan menolak operasi.<br />
<br />
2. Makanan atau cairan<br />
Gejala : Kesulitan menelan<br />
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, sakit menelan, sakit tenggorok yang menetap, bengkak, luka, inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi buruk, pembengkakan lidah dan gangguan gag reflek.<br />
<br />
3. Higiene<br />
Tanda : Kemunduran kebersihan gigi, kebutuhan bantuan perawatan dasar<br />
<br />
4. Neurosensori<br />
Gejala : Diplopia (penglihatan ganda), ketulian<br />
Tanda : Hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan submandibular), parau menetap atau kehilangan suara (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik), kesulitan menelan, kerusakan membran mukosa.<br />
<br />
5. Nyeri atau Kenyamanan<br />
Gejala : Sakit tenggorok kronis, benjolan pada tenggorok, penyebaran nyeri ke telinga, nyeri wajah (tahap akhir, kemungkinan metastase), nyeri atau rasa terbakar dengan pembengkakan (khususnya dengan cairan panas), nyeri local pada orofaring.<br />
Pascaoperasi : Sakit tenggorok atau mulut<br />
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah, nyeri wajah dan gangguan tonus otot.<br />
<br />
6. Pernafasan<br />
Gejala : Riwayat merokok atau mengunyah tembakau, bekerja dengan debu, serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, dan logam berat. Riwayat penyakit paru.Batuk dengan atau tanpa sputum. Drainase darah pada nasal<br />
Tanda : Sputum dengan darah, hemoptisis, dispnoe (lanjut) dan stridor<br />
<br />
7. Keamanan<br />
Gejala : Terpajan sinar matahri berlebihan selama periode bertahun-tahun atau radiasi, perubahan penglihatan atau pendengaran.<br />
Tanda : Massa atau pembesaran nodul.<br />
<br />
8. Interaksi sosial<br />
Gejala : Masalah tentang kemampuan berkomunikasi, dan bergabung dalam interaksi sosial.<br />
Tanda : Parau menetap, perubahan tinggi suara, bicara kacau, enggan untuk berbicara, dan menolak orang lain untuk memberikan perawatan atau terlibat dalam rehabilitasi.<br />
<br />
B. Diagnosa Keperawatan</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"><br />
<b>a. Diagnosis dan intervensi preoperasi<br />
</b></span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Defisit pengetahuan tentang prosedur pembedahan dan perjalanan pascaoperatif<br />
Intervensi :<br />
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses yang spesifik<br />
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi<br />
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur<br />
- Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat<br />
- Hindari harapan yang kosong<br />
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkn diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan dating.<br />
<br />
</span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Ansietas yang berhubungan dengan diagnosis kanker dan pembedahan yang akan dijalani<br />
Intervensi<br />
- Gunakan pendekatan yang menenangkan<br />
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur<br />
- Dorong keluarga untuk menemani pasien<br />
- Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan cemas<br />
- Dengarkan pasien dengan penuh perhatian<br />
- Instruksikan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi<br />
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi<br />
<br />
</span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Inefektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan perubahan dalam jalan napas.<br />
Intervensi:<br />
- Buka jalan nafas, gunakan tekhnik chin lift<br />
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi<br />
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan<br />
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan<br />
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan<br />
- Monitor respirasi dan status O2 <br />
<br />
</span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan kesulitan menelan<br />
Intervensi:<br />
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi<br />
- Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasi dengan ahli gizi)<br />
- Berikan makanan yang lunak<br />
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam merencanakan rehabilitasi klien<br />
- Bantu klien dengan posisi tegak sebelum makan<br />
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi<br />
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan<br />
- Ajarkan klien dan keluarga cara memberikan makanan</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><b><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">b. Diagnosis dan intervensi pascaoperatif<br />
</span></b>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan pengangkatan laring dan terhadap edema<br />
Intervensi :<br />
- Bantu komunikasi pasien dengan bahasa isyarat atau tulisan<br />
- Menggunakan kata dan kalimat yang singkat<br />
- Anjurkan pasien untuk mengulangi pembicaraannya jika belum jelas<br />
- Berdiri di hadapan pasien saat bicara<br />
- Mendengarkan pasien dengan baik<br />
- Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.<br />
<br />
</span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Gangguan citra tubuh, konsep diri, dan harga diri yang berhubungan dengan operasi leher mayor<br />
Intervensi :<br />
- Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.<br />
- Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah<br />
- Beri informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan<br />
- Dorong kontak dengan teman sebaya dan keluarga<br />
- Beri kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman sama<br />
- Pertahankan hubungan saling percaya perawat klien<br />
- Diskusikan tentang harapan klien<br />
- Libatkan klien dalam aktivitas<br />
<br />
</span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan perawatan pascaoperatif<br />
Intervensi :<br />
- Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.<br />
- Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting, dan makan.<br />
- Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self care. <br />
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.<br />
- Pertimbangan usia klien jika mendorong pelaksanaam aktivitas sehari-hari.<br />
<br />
</span>●<span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"> Potensial ketidakpatuhan terhadap program rehabilitatif dan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah.<br />
Intervensi :<br />
- Tentukan dengan individu dan keluarga informasi yang dibutuhkan untuk dipikirkan dan dipelajari<br />
- Tentukan jenis peralatan yang dibutuhkan, pertimbangan ketersediaan, biaya, dan daya tahannya<br />
- Tentukan jenis-jenis bantuan yang diperlukan dan bantu individu untuk mendapatkannya<br />
- Bicarakan dampak perawatan untuk anggota keluarga yang sakit<br />
<br />
3. Evaluasi<br />
Hasil yang diharapkan :<br />
1. Mendapatkan tingkat pengetahuan yang memadai<br />
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi dan program pengobatan.<br />
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar<br />
- Pasien dan keluarg Mmpu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan tim kesehatan / perawat.<br />
2. Menurunkan ansietas <br />
- Klien mampu mengidentifikasikan dan mengungkapkan gejala cemas<br />
- Mengidentifikasikan dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol cemas<br />
- Ekspresi wajah, bahasa tubuh, menunjukkan berkurangnya ansietas <br />
3. Mempertahankan jalan nafas yang bersih <br />
- Suara nafas yang bersih, tidak ada dyspneu<br />
- Menunjukkan jalan nafas yang paten<br />
- Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas<br />
4. Mendapatkan tekhnik komunikasi yang efektif<br />
- Pengetahuan terhadap pesan yang diterima<br />
- Mampu menggunakan bahasa isyarat<br />
- Pasien dapat bertukar pesan dengan orang lain.<br />
5. Mempertahankan masukan nutrisi yang seimbang dan adekuat<br />
- Berat badan klien ideal<br />
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi<br />
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan<br />
6. Menunjukan perbaikan citra diri, harga diri, dan konsep diri<br />
- Mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran<br />
- Klien memiliki rasa percaya diri<br />
- Menerima informasi dari orang lain<br />
7. Klien mampu melakukan perawatan diri<br />
- Makan<br />
- Berpakaian, berhias<br />
- Toileting, hygiene<br />
8. Patuh terhadap program rehabilitasi dan perawatan di rumah<br />
- Klien dan keluarga mengetahui informasi dan bantuan yang dibutuhkan pasien<br />
- Klien dan keluarga mengetahui peralatan kesehatan yang dibutuhkan pasien</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><br />
</div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">DAFTAR PUSTAKA</span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt;"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";">Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku ajar keperawatan Medikal bedah Brunner dan Suddarth editor Suzzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare : alih bahasa, agung waluyo...(et al) editor edisi bahasa indonesia, monika ester. Ed. 8 Jakarta:EGC. <br />
<br />
Carpenito,Lynda Juall.2006.Buku saku diagnosis keperawatan.Edisi 10, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran<br />
<br />
Nanda.2007. Diagnosa Nanda.Jakarta:EGC</span></div>Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-36433045291129133632010-04-20T11:35:00.001+08:002010-04-20T11:36:20.927+08:00PERIAPENDISITIS INFILTRATPENGERTIAN<br />Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses peradangan akut, yang belum tertangani secara adekuat. (Tabrani, 1998 hal. 788). Apendiks periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2 - 6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliacecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.<br /><br />ETIOLOGI<br />• Ulserasi pada mukosa<br />• Hiperplasi limfoid<br />• Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)<br />• Pemberian barium<br />• Berbagai macam penyakit cacing<br />• Tumor<br />• Striktur karena fibrosis pada dinding usus<br />• Variasi anatomik<br /><br />PATOFISIOLOGI<br />Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari sekum. Peradangan pada apendik dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa atau obstruksi lumen (biasanya oleh fecolif/faeses yang keras). Akibat penutupan lumen periformis , terjadi peningkatan tekanan intraluminal, terjadi edema, iskemik, bakteri sehingga timbul peradangan, dimana dalam waktu 24-36 jam jika daya tahan tubuh klien bagus tidak terjadi perforasi akan tetapi dapat terus berkembang semakin membesar sehingga tampak adanya timbunan massa dalam lumen (infiltrat) (RSUP. Sanglah, 1997 ) dan bila proses ini berlangsung terus-menerus organ disekitar dinding apendik terjadi perlengketan dan akan menjadi abses (kronik), dimana pada kondisi ini tidak selalu menimbulkan nyeri di daerah abdomen. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius..<br /> <br />INSIDEN<br />Periapendisitis infiltrat sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada wanita dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25 tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2. Angka kematian berkisar 2-6 %, 19 % kematian jika terjadi pada wanita hamil, dan pada anak kurang dari 2 th tingkat hingga 20 %.<br /><br />PENCEGAHAN<br />Pencegahan pada apendisitis infiltrat yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau peradangan pada lumen apendik atau dengan penanganan secara tuntas pada penderita apendisitis akut. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat.<br />Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-48605278466447155582010-04-20T11:31:00.001+08:002010-09-01T22:24:17.061+08:00COLECISTITISA. <span style="font-weight:bold;">KONSEP TEORI</span><br />
1. Pengertian<br />
Kolecistitin adalah peradangan kandung empedu baik secara akut ataupun kronis (Barbara C. Long, 1996 : 154)<br />
<br />
2. Etiologi<br />
Colecistitin dapat terjadi d/k :<br />
1. Sumbatan ductus hillary d/k Batu<br />
2. Infeksi bakteri gram negatif :<br />
Klebsiella 54%<br />
Escherichia 39%<br />
Enterokokus dan<br />
Bacteroides 25% (Intisari Ilmu Bedah, 1995 : 463)<br />
Colecistitis dan coteliliaty dapat terjadi persamaan atau sendiri-sendiri. Keduanya bisa sebagai penyebab (saling menyebabkan). Akan tetapi kemungkinan infeksi disebabkan oleh obstruksi lebih besar (sering) dibandingkan infeksi menyebabkan obstruksi.<br />
<br />
3. Patofisiologi<br />
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan super saturasi progrsif, perubahan susunan kimia, pengendapan. Gangguan kontraksi spinkter odci dan kandung empedu dapat juga menyebabkan statis. Faktor hormone (kehamilan) menyebabkan perlambatan pengosongan kandung empedu. Akibat statis, terjadilah sumbatan empedu (saluran). Adanya batu akibat statis yang progresif tadi memungkinkan terjadi trauma dinding kandung empedu dan ini dapat memungkinkan infasi bakteri lebih cepat.<br />
<br />
4. Gambaran Klinis<br />
Pada bentuk akut biasanya ditandai dengan :<br />
1. Nyeri mendadak (hebat/kalk) pada perut kanan atas (midenigastrium) menyebar ke punggung dan bahu kanan.<br />
2. Nausea, vomiting.<br />
3. Keringat banyak.<br />
Pada bentuk kronis gejalanya mirip dengan kolesistitis akut, akan tetapi berat rasa sakit dan tanda-tanda fisik yang kurang nyata. Sering kali ditemukan riwayat dispepsia intoleransi lemak. Heart burn atau flatulent yang berlangsung lama.<br />
<br />
5. Penatalaksanaan<br />
1. Penatalaksanaan Non Bedah<br />
1) Indoskopi<br />
2) Pemberian agen pelarut kolesterol<br />
3) Obat-obatan antibiotik, analgetik, antasida<br />
4) Diit rendah lemak<br />
5) Penatalaksanaan keseimbangan cairan<br />
6) Penatalaksanaan muntah k/p NGT<br />
2. Penatalaksanaan Bedah<br />
1) Extra corpeal shock wave litotripsi lesw<br />
2) Kolesitosistoli totomi perkutan<br />
3) Kolistatomi<br />
<br />
B. <span style="font-weight:bold;">KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN</span><br />
1. Pengkajian (Doengoes, 2000 : 521)<br />
3. Istirahat<br />
Adanya kelemahan<br />
Gelisah<br />
4. Sirkulasi, ditemukan tanda :<br />
Takikardia, berkeringat<br />
5. Eliminasi, ditemukan<br />
Perubahan warna urine 2 feces<br />
Distensi abdomen<br />
Teraba masa pada kwadran kanan atas<br />
Urine gelap / coklat<br />
Feces seperti tanah liat, skatore<br />
6. Makanan / cairan, ditemukan<br />
Anoreksia, mual muntah<br />
Tidak toleran terhadap lemak<br />
Regurgitasi berulang tidak dapat makan d/k nyeri, featus sering, ispepsia<br />
Kegemukan, penurunan BB<br />
7. Nyeri, kenyamanan<br />
Nyeri abdomen atas (kanan) menyebar ke punggung / bahu kanan<br />
Kolik agistrium sehubungan dengan makan.<br />
Nyeri tiba-tiba biasanya memuncak setelah 30 menit<br />
Nyeri lepas, otot tegang / kaku bila K. kanan atas ditekan : Murphy Might (+)<br />
8. Pernafasan<br />
Peningkatan frekwensi<br />
Nafas pendek dangkal<br />
9. Keamanan<br />
Menggigil, demam<br />
Icterus, dengan kulit<br />
Kecenderungan perdar<br />
10. Pemeriksaan biasa<br />
Darah lengkap<br />
Bilirubin & a<br />
SGOT/SGPT :<br />
Protora.bin : turun<br />
Ultrasond : menunjuk<br />
Foto abdomen : adanya batu.<br />
<br />
Diagnosa Keperawatan<br />
1. Nyeri berhubungan dengan proses lucen (spasme biliaris)<br />
2. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan muntah<br />
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, gx natrium<br />
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognose, pengobatan berhubungan dengan salah interprestasi.<br />
Perencanaan<br />
Dx 1 nyeri berhubungan dengan proses inflamasi<br />
Tujuan<br />
Nyeri terkontrol, teradaptasi<br />
Kriteria hasil<br />
Penurunan respon terhadap nyeri (expresi)<br />
Laporan nyeri terkontrol<br />
Rencana intervensi :<br />
Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri<br />
Rasional : membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi informasi tentang terjadinya perkembangannya.<br />
Catat respon terhadap obat nyeri<br />
Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman<br />
Rasional : posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal.<br />
Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam)<br />
Rasional : meningkatkan istirahat dan koping<br />
Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)<br />
Rasional : mendukung mental psikologik dalam persepsi terhadap nyeri.<br />
Berikan diit rendah lemak<br />
Rasional : mencegah awal dan spasme<br />
Kompres hangat<br />
Rasional : dilatasi dinding empedu spasme menurun.<br />
Kolaborasi :<br />
• Antibiotik<br />
• Analgetik<br />
• Sedatif<br />
• Relaksasi otot halus<br />
<br />
Dx 2 resiko tinggi kekurangan cairan volume cairan berhubungan dengan muntah<br />
Tujuan :<br />
Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat<br />
Kriteria hasil :<br />
- Turgor kulit baik<br />
- Membran mukosa lembab<br />
- Pengisian kapiler baik<br />
- Urine cukup<br />
- Tanda-tanda untuk stabil<br />
Rencana intervensi<br />
1. Pertahankan intake dan output cairan<br />
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi<br />
2. Awas tanda peningkatan rangsangan muntah<br />
Rasional : mencegah muntah<br />
3. Anjurkan cukup minum (1 botol aqua 1500 ml/nr)<br />
4. Kolaborasi :<br />
• Pemberian antiametik<br />
• Pemberian cairan iv<br />
• Pemasangan NGT<br />
<br />
Dx 3 resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gx pencernaan lemak, mual muntah.<br />
Tujuan :<br />
Menunjukkan kestabilan BB<br />
Kriteria hasil :<br />
- BB stabil<br />
- Laporan tidak mual / muntah<br />
Rencana intervensi<br />
1. Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh<br />
Rasional : menerapkan jumlah intake kalori yang di tiap hari<br />
2. Timbang BB sesuai indikasi<br />
Rasional : mengawali keseimbangan diit / keefektifan<br />
3. Diskusikan menu yang disukai dan ditoleransi<br />
Rasional : meningkatkan toleransi intake makanan<br />
4. Anjurkan giosok gigi sebelum makan / sesudah<br />
Rasional : menjaga kebersihan mulut (tidak bau dan meningkatkan nafsu makan.<br />
5. Konsul ahli gizi untuk menetepkan diit yang tepat<br />
6. Anjurkan mengurangi makanan berlemak dan menghasilkan gas<br />
Rasional : menurunkan rangsangan KK<br />
<br />
7. Kolaborasi<br />
• Nutrisi total<br />
• Garam empedu<br />
<br />
Dx 4. kurang pengetahuan berhubungan dengan salam interprelasi<br />
Tujuan :<br />
Menyatakan pemahaman klien<br />
Kriteria hasil :<br />
Melakukan perubahan pola hidup dan berpertisipasi dalam pengobatan.<br />
Rencana tindakan :<br />
1. Kaji informasi yang pernah didapat<br />
Rasional : mengkaji tingkat pemahaman klien<br />
2. Beri penjelasan tentang penyakit, prognase dan tindakan diagnostik<br />
Rasional : memungkinkan terjadinya partisipasi aktif.<br />
3. Beritahukan setiap tindakan yang akan dilakukan / (tujuan prosedur)<br />
4. Beritahukan diit yang tepat, tehnik relaksasi, untuk persiapan operasi.<br />
5. Anjurkan tehnik istirahat yang harus dilaporkan tentang sakitnya.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-38482370902622264912010-04-20T11:13:00.000+08:002010-04-20T11:22:58.207+08:00EFFUSI PLEURA MALIGNAI. PENDAHULUAN<br />Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam rongga pleura dengan jumlah yang lebih besar dari normal ( nilai normal 10-20 cc), sehingga dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologis dan munculnya kelainan restriktif pada paru.<br />Tingkat besarnya effusi pleura ditentukan oleh faktor-faktor :<br />a. Jumlah cairan yang sedemikian banyak sehingga terjadi pemburukan fungsi restriktif.<br />b. Kecepatan pembentukan cairan. Makin cepat terjadi pembentukan cairan makin memperburuk keadaan penderita.<br />c. Jenis cairan. Serohemorhagik lebih berbahaya dari non sero hemorhagik. Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk dalam satuan waktu <br /><br /> Untuk menggambarkan kecepatan pembentukan ini terdapat istilah effusi pleura maligna. Dimana jumlah cairan yang terbentuk jauh lebih besar dari jumlah cairan yang diabsorbsi sehingga menimbulkan kelainan fungsi restriktif selain dari pergeseran alat-alat mediastinal, pembentukan cairan ini disebabkan oleh keganasan.<br />Bila terjadi pergeseran alat mediastinal baik yang disebabkan oleh terbentuknya cairan maupun karena aspirasi cairan, kedua keadaan dapat menimbulkan kegawatan paru.<br />Persoalan pokok pada penderita effusi pleura maligna adalah mengatasi penambahan jumlah cairan yang terjadi secara massive dalam waktu singkat. Makin tinggi kecepatan pembentukan cairan pleura makin tinggi pula tingkat kegawatan yang terjadi. Para penyelidikan juga membuktikan bahwa pembentukan cairan pleura karena tumor ganas baik metastasis ataupun primer dari pleura merupakan tanda prognosa yang buruk.<br /><br />II. ETIOLOGI<br />Sebagian besar penyebab dari effusi pleura maligna ditimbulkan oleh tumor ganas paru, dan dapat disebabkan pula oleh berbagai penyakit antara lain infeksi (TBC, virus, parasit, jamur atau berbagai kuman lainnya). Sedangkan secara teoritis dapat timbul oleh karena malnutrisi, kelainan sirkulasi limphe, trauma thorak, infeksi pleura, sirosis hepatis, meigh syndrome, sub phrenic abses, vena cava superior syndrome, SLE, rheumatoid artritis dan radioterapi mediastinal serta berbagai sebab yang belum jelas (idiopatik).<br />Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-52 %. Berdasarkan jenis tumornya bisa karena tumor primernya atau metastasis dari tempat lain. Tumor-tumor primer lebih jarang menyebabkan effusi pleura dari pada tumor metastasis. Akan tetapi bila terdapat mesotelioma sebagian besar akan menyebabkan effusi pleura maligna.<br />Tumor-tumor pleura yang sering menimbulkan cairan pleura antara lain bronchogenig ca, ca mamma, limphoma atau tumor-tumor dari tempat lain seperti colon, rectum, abdomen, cervic, renal, kelenjar adrenal, pankreas, esophagus, thyroid, testis, osteogenic sarcoma dan multiple myeloma.<br /><br />III. PATOGENESIS<br />Patogenesis terbentuknya effusi pleura dapat dibagi antara lain:<br />1. Non Malignancy<br />Dalam keadaan fisiologi cairan pleura berkisar antara 10-20 cc dan cairan ini bervariasi pada latihan fisik. Sedangkan tekanan hidrostatik intra pleura adalah minus 5 cm H2O. Menurut teori driving pressure adalah sama dengan perbedaan tekanan hidrostatik ( tekanan intra pleura dikurangi tekanan hidrostatik kapiler dikurangi dengan tekanan hidrostatik antara kapiler dan tekanan ini besarnya 6 cmH2O). Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan osmotik.<br />Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari pada tekanan hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan dengan kekuatan pengisapan sama dengan perbedaan tekanan osmotik intra kapiler dan intra pleura (reabsorbsion pressure 9 mmHg)<br />Sebagaimana diketahui tekanan hidrostatik intra kapiler pada pleura parietalis 30 mmHg, tetapi tekanan hidrostatik kapiler pada pleura visceralis 11 mmHg. Sedangkan faktor yang lain dapat dianggap konstan , yakni tekanan hidrostatik intra pleura 5 mm Hg, tekanan osmotik intra pleura 6 mmHg dan tekanan osmotik intra kapiler 32 mmHg. Dengan perkataan lain di pleura parietalis berlaku rumus:<br /> PD = (PHC-PHP)-(POC-POP)<br /> = (30-(-5)-(32-6)<br /> = 9 cmH2O<br />Pada pleura visceralis :<br /> PD = (11-(-5)-(321-6)<br /> = - 10 cmH20<br />Secara teoritis pembentukan cairan dapat dibagi atas :<br />A. Eksudat<br />a. Permeabilitas kapiler pleura bertambah<br />b. Pengaliran cairan limphe rongga pleura terhambat<br /><br />B. Transudat, yang terdapat pada :<br />a. Bendungan sistemik dari arteri pulmonalis<br />b. Hipoproteinemia disertai merendahnya koloid osmotik plasma<br />c. Tekanan intra pleura yang sangat negatif<br />d. Perembesan transudat intra peritoneal melalui sistem limpha dan menembus diaphragma ke rongga pleura.<br />2. Effusi pleura maligna<br />Pada effusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis ini tidak lagi dapat diperhitungkan oleh karena faktor mekanisme pembentukan cairan memberikan gambaran patologis :<br />a. Erosi pembuluh darah dan pembuluh limphe<br />b. Obstruksi pembuluh darah atau pembuluh limphe<br />c. Effusi oleh karena skunder infeksi dari tumor<br />d. Implantasi sel tumor pada pleura<br />Pembentukan cairan yang demikian menyebabkan cairan cepat terkumpul dan bertambah dimana terbentuk secara massive.<br /><br />IV. DIAGNOSA<br />Diagnosa dari effusi pleura ditegakkan atas dasar keluhan dari penderita dan dapat dibedakan atas<br />1. Riwayat Penyakit, dimana terdapat :<br />a. Keadaan uum yang lemah <br />b. Terdapatnya dispneu<br />c. Terdapatnya rasa nyeri dada<br />d. Suhu tubuh yang tidak tetap<br />2. Pemeriksaan Fisik yang ditandai dengan :<br />a. Hemithorak yang kurang bergerak<br />b. Vocal fremitus berkurang<br />c. Perkusi redup<br />d. Suara pernafasan menghilang<br />Secara teoritis dapat pula ditentukan garis Ellis Damoiseu, namun pemeriksaan rontgen laebih dapat memberikan tanda-tanda yang pasti. Pada gambaran radiologis ditemukan gambaran perselubungan, ruang antar iga yang melebar dan desakan pada alat mediastinum. Disamping tanda yang pasti adanya meniskus pada permukaan cairan dan dapat dibuktikan terdapatnya pergeseran cairan pada photo lateral decubitus.<br />Di samping itu kadang-kadang suatu massa tumor memberikan gambaran Golden S sign, dimana permukaan conveks sedangkan meniscus cairan memberikan gambaran konkaf. Bentuk dimana didapatkan bayangan cairan pleura sering sukar dibedakan dengan atelektasis lebih-lebih terdapat atelektasis dan cairan pleura bersama-sama yang memberikan gambaran radiologis yang tak jarang pada kanker paru yang tumbuh intra luminer.<br />3. Pleura punctie<br />Dapat memastikan adanya cairan dalam pleura dan jenis cairan eksudat, transudat,hemorhagic atu pus. Walaupun tes biokimia meliputi alkalinephospatase, lacticodehidrogenase, amilase, glucosa, protein dan lemak atau pemeriksaan sedimen dari pleura yaitu eritrosit, leukosit ataupun pemeriksaan bakteriologis, akan tetapi secara makroskopis cairan ini telah dapat dilihat.<br />Penyebab yang pasti dari effusi pleura hanya ditegakkan atas dasar sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit dari cairan punksi maupun biopsi pleura. <br /><br />V. TERAPI<br />1. Aspirasi cairan pleura<br />Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa effusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disampng itu punksi dituukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal.<br /> Jumlah cairan yang boleh diasirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umm penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.<br />Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :<br />a. Trauma<br />Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.<br />b. Mediastinal Displacement<br />Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.<br />c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.<br />Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :<br /><br />a. Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh<br />b. Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak<br />c. Aspirasi pleura dapat menimbulkan skunder aspirasi.<br /><br />2. Water Seal Drainage<br />Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.<br /><br />3. Penggunaan Obat-obatan<br />Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.<br /><br />Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :<br />1. Thoracosintesis<br />Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg<br />2. Pleurodysis<br />Dapat dipergunakan darah atau glukosa atau dengan talc poudrage dengan tujuan untuk menghilangkan rongga pleura. <br />3. Pleurectomy/ dekortikasi<br />Dengan tujuan untuk menghilangkan pleura, sering dilakukan pada carcinoma mamma.<br />4. Memasukan bahan-bahan radioaktif<br />a. Dapat digunakan Au 198 sebanyak 75-150 mc sampai dengan dosis 450 mc<br />b. P32 (Cr P32O4) sebanyak 10-20n mc.<br />c. Yetrium 90.<br />Walaupun berbagai penlitian tidak menunjukkan hasil yang baik akan tetapi pada metastase carcinoma mamma menunjukkan hasil yang lebih baik daripada carcinoma paru primer.<br /><br />5. Citostatic intra pleura.<br />Zat-zat yang digunakan biasanya :<br />a. Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg dalam 100 cc larutan garam.<br />b. Theothepa 20-50 mg intra pleura<br />c. Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades<br />d. Fluoro uracil dan mitomycine<br /><br />6. Radiasi<br />Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-65487703190470226562010-04-20T11:07:00.000+08:002010-04-20T11:08:33.057+08:00TETANUSI . Definisi:<br /> Penyakit tetanus addalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh kuman Cloctradium tetani yang dimanifestasikan berupa kejang otot proksimal, diikuti oleh kekuatan otot seluruh tubuh. Kekuatan tonos otot ini selalu tampak pada otot maseter dan otot – otot rangka.<br /><br />II. Etiologo:<br /> Clastradium tetani adalah kuman berbentuk batang, rangping berukuran 2-5x0,4-0-0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam golongan gram positif dan hidup anaerob. Spora dewasamempunyai bagian yang bergenderang ( drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neorotoksik. Toksik ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot daqn syaraf ferefer setempat. Toksin labil pada pemanasan pada suhu 65 derajat celcius akan hancur dalamwaktu5 menit. Disamping itu dikenal juga tetanolisin yang bersifat hemolisis yang perannya kurang berani dalam proses hemolisis.<br /><br />III. Epidmiologi :<br /> Di Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50 s.d 57 tahun. Tetanus juga dapat menyerang semua golongan umur : bayi (tetanus neonatorum). Dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh tanah terutama tanah garapan yang berasal dari kotoran hewan.<br /><br />IV. Patofisiologi : <br /> Luka yang terjadi karena tusukan paku , besi, kaleng/ bekas tusuk sate yang kotor cenderung tertutup dan menyebab keadaan kotoran anaerob didalam luka,merupakan media yang sangat baik bagi kuman clostridium tetani . Cara penyebaran toksin oleh kuman terjadi dalam 2 cara yaitu diabvsorbsi melalui ujung syaraf motorik dan malalui susunan limpatik dan ikut aliran darah arteri . Setelah terjadi toksik terjadi perubahan serangan akan timbul gelala-gejala kejang tetani yang khas.<br /><br />V. Gejala Klinis :<br /> Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher. Timbul kesukaran membuka mulut, (trismus) karena spasmus otot masseter. Kejang ototini akan berlanjut kekuduk dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan toksik sedang sering tampak rimus sardonikus karena spasmus otot muka dengan gambaran alis tertarik keatasdan sudut mulut tertarik keluar dankebawah , bibir tertekan kuat pada gigi . Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus ,tungkaidalam keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengapel, biasanya kesadaran tetap baik.<br /><br />Secara umumdalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit tetanus menjadi nyata <br /> terlihat dengan gambaran klinis sebagai berikut :<br />1. Tetanus : karena spasmus otot-otot matikatoris ( otot pengunyah).<br />2. Kaku kuduk sampai epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector tungkai).<br />3. Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan).<br />4. Kejang tonis teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di komus <br /> anterior.<br /> 5. Resus sardonikos karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas,sudut muka <br /> tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)<br />6. Kerusakan menelan, gelisah ,mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota <br /> badan<br />7. Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior dalam <br /> keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat .<br />8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.<br />9. Panas biasanya tidak terlalu tinggi.<br />10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan <br /> cairan otak.<br /><br />Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium :<br />1. trismus ( 3cm) tampa kejang tonik umum meskipun dirangsang.<br />2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.<br />3. Trismus ( 1 cm) dengan kejang tonik umum spontan<br /><br />Penilaian tetanus berdasarkan Phillip skore :<br /> Gardasi Penyakit : <br />1. Masa inkubasi :<br /> - < 2 hari - Nilai 5<br /> - 2-5 hari - “ 4<br /> - 6-8 hari - “ 3<br /> - 11-14 hari - “ 2<br /> - > 15 hari - “ 1<br />2. Tempat infeksi :<br /> - Umbilikus - Nilai 5<br /> - Kepala/leher - “ 4<br /> - Badan - “ 3<br /> - Ektrimitas atas proksimal - “ 3<br /> - Ektrimitas bawah proksimal - “ 3<br /> - Ektrimitasd atas distal - “ 2<br /> - Ektrimitas bawah distal - “ 2<br /> - Tidak diketahui - “ 1<br />3. Imunisasi : <br /> - Belum pernah - Nilai 10<br /> - Mungkin pernah - “ 8<br /> - Pernal > 10 th yang lalu - “ 4<br /> - Pernah < 10 th yang lalu - “ 2<br /> - Imunisasi lengkap - “ 0<br />4. Faktor penyerta :<br /> - Trauma yg mengancam jiwa - Nilai 10<br /> - Trauma berat - “ 8<br /> - Trauma sedang - “ 4<br /> - Trauma ringan - “ 2<br /> - A.S.A derajat 1 - “ 1<br /><br />Faktor-faktor yg mempengaruhi prognosa penyakit :<br /> 5. Derajat spasme :<br /> - Epistotonus - Nilai 5<br /> - Reflek spasme umum - “ 4 <br /> - Reflek terbatas - “ 3<br /> - Spastisitas umum - “ 2<br /> - Trismus - “ 1<br />6. Frekue3nsi spasme :<br /> - Spontan > 3 x / 15 menit - Nilai 5<br /> - Spontan < 3 x / 15 menit - “ 4<br /> - Kadsang-kadang spontan - “ 3<br /> - < 6 x / 12 jam - “ 1<br />7. Suhu Badan : <br /> - > 38,9 derajat celcius - Nilai 10<br /> - 38,3 – 38,9 derajat celcius - “ 8<br /> - 37,8 – 38,2 derajat celcius - “ 4<br /> - 37,2 – 37, 7 derajat celcius - “ 2<br /> - 37,7 – 37,1 derajat celcius - “ 0<br />8. Pernapasan :<br /> - Tracheostomy - Nilai 10<br /> - Henti napas setiap konvulsi - “ 8<br /> - Henti napas kadang setelah konvulsi - “ 4<br /> - Henti napas hanya selama konvulsi - “ 2<br /> - Normal - “ 0<br /><br />VI. Pemeriksaan Laboratorium :<br />Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang didapat peningkatan tekanan cairan otak.<br /><br />VII. Penatalaksanaan :<br />1. Umum : <br /> a. Merawat dan membersihkan luka dgn sebaik-baiknya<br /> b. Diet cukup ka;lori dan protein ( bentuk makanan tergantungpada kemampuan<br /> membuka mulut dan menelan ).<br /> c. Isolasi klien untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tidakan thd<br /> klien lainnya<br /> d. Oksigen dan pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu.<br /> e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.<br />2. Obat-obatan :<br /> a. Anti toksin . Tetanus Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di <br /> bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Disis initial TIG <br /> adalah 5000 U IM ( disis harian 500 – 6000 U ). Kalau tidak adaTIG diberi ATS<br /> dgn dosis 5000 U IM dan 5000 U IV.<br /> b. Anti kejang.<br /> Beberapa obat yg dapat diberikan :<br /> <br /> Obat Dosis Efek samping<br /> - Diasepam 0,5 – 10 mg/kg BB /24 jam IM - Sopor, koma<br /> - Meprobamat 300 – 400 mg/4 jam IM - Tidak ada<br /> - Klorpromasin 25 – 75 mg /4 jam IM - Hipotensi<br /> - Fenobarbital 50 – 100 mg / 4 jam IM - Depresi nafas <br /><br />VIII. Prognosis :<br />Dipengaruhi oleh berbagai faktor yg dapat memperburuk keadaan yaitu : <br />a. Masa inkubasi yg pendek ( 7 hari ).<br />b. Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 th )<br />c. Frekuensi kejang yg sering<br />d. Kenaikan suhu badan yg tinggi<br />e. Pengobatan yg terlambat<br />f. Periode trismus dan kejang yg semakin sering<br />g. Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas<br /><br />IX. Pencegahan :<br />1. Mencegah luka <br />2. Merawat luka secara adekuat<br />3. Beri ATS setelah luka<br />4. Diluar negeri dicegah dg pemberian TIG dan toksoid.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-76114784887005000672010-04-20T10:27:00.000+08:002010-04-20T10:36:06.543+08:00TRAUMA THORAKS<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCMaQdki-Lh7lW5UFv2NlRx36iCmXZx-ZqzaiSyWAuWzHavvvbmrlfYIhhs5j87xtInfXZTLri7cYT_3i9DR0q45BvGIZ2iNcanQ24iUqe9CIaBJ1TdxlENsKr6L-xjDZD7gmZQNQkHc6b/s1600/New+Picture.png"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 159px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCMaQdki-Lh7lW5UFv2NlRx36iCmXZx-ZqzaiSyWAuWzHavvvbmrlfYIhhs5j87xtInfXZTLri7cYT_3i9DR0q45BvGIZ2iNcanQ24iUqe9CIaBJ1TdxlENsKr6L-xjDZD7gmZQNQkHc6b/s200/New+Picture.png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5462042762271528210" /></a><br />A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI<br /><br />KERANGKA/TULANG DADA <br />Di bentuk oleh susunan tulang-tulang yang melindungi rongga dada yang terdiri dari : <br />1. Tulang dada (sternum) banyaknya 1 buah <br />2. Tulang lga (kosta) banyaknya 12 buah <br />3. Vertebra toraks banyaknya 12 buah<br />Tulang dada menjadi tonggal dinding depan dari pada thoraks (rongga dada). Bentuknya gepeng dan sedikit melebar, yang terdiri atas 3 (tiga) yaitu : <br />1. Manubrium sterni. Bagian tulang dada sebelah atas yang membentuk persendian dengan tulang selangka (kdavikula) dan tulang lga<br />2. Korpus sterni. Bagian yang terbesar dari tulang dada dan membentuk persendiaan dengan tulang-tulang lga<br />3. Prosesus xipoid. Bagian ujung dari tulang dada dan pada bayi masih berbentuk tulang rawan<br />• Fungsi Kerangka/Tulang dada<br />Fungsi utama daripada tulang dada yaitu melindungi organ atau alat tubuh bagian dalam seperti jantung dan paru-paru. <br /><br />B. DEFINISI <br />Trauma dada adalah trauma rajan atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematotharaks, hematonpneumothoraks yang dapat menimbulkan kelainan pada organ-organ di dalam thoraks. <br /><br />C. ETIOLOGI<br />1. Trauma tembus <br />- Luka tembak <br />- Luka Tikam/Tusuk <br />2. Trauma Tumpul <br />- Kecelakaan kendaraan bermotor <br />- Jatuh <br />- Pukulan pada dada<br /><br />D. PATOFISIOLOGI <br />Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thoraks dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memoma darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. <br />Luka dada dapat meluas di bagian yang relatif kecil dan goresan yang dapat menghancurkan atau terjadi trauma penetrasi. <br />Luka dada dapat berupa penetrasi atau non penetrasi (tumpulan). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi kesempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan menggangu mekanisme ventilasi normal luka dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thoraks lain. <br /><br />E. MANIFESTASI KLINIS <br />Tanda dan gejala pada trauma thoraks : <br />1. Ada jejas pada thoraks<br />2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi<br />3. Pembengkkan lokal dan krepitasi pada saat palpasi<br />4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek<br />5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan. <br />6. Penurunan tekanan darah<br />7. Peningkatan tekanan vena sentral yang di tunjukkan oleh distensi vena leher<br />8. Bunyi muffle pada jantung<br />9. Perfusi jaringan tidak adekuat<br />10. Pulsus paradoksus (tekanan darah sistulik turun dan berfeluktuasi dengan pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.<br /><br />F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK <br />Pemeriksaan diagnostic awal termasuk : <br />- Rontgen dada<br />- Pemeriksaan pembekuan <br />- Golongan dan cocok silang<br />- Urinalisis<br />- Elekrolit dan osmolatis<br />- Saturasi oksigen <br />- ECG<br />- CT Scan <br />- Pemasangan Water Seal Drain Age (WSD)<br /><br />G. PENATALAKSAAN <br />1. Pemeriksaan Fisik <br /> Inspeksi : Tentukan luka masuk atau luka keluar, perhatikan kesimetrisan gerak dan posisi pada akhir dari inspirasi dan ekspirasi <br /> Palpasi : Raba ada tidaknya krepitasi, nyeri tekan anteropos terior dan laterolateral, serta bandingkan fremitas kiri dan kanan<br /> Perkusi : Perhatikan adanya bunyi perkusi sonor, tempani, dan hipersonor, serta adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor, seperti garis lurus atau garis miring.<br /> Auskultasi : Bandingkan bising napas kiri dan kanan, apakah melemah atau menghilang batasnya atau adanya bising abnormal<br />Kalau Keadaan stabil, lakukan radiologi minimal Foto PA<br /> <br />2. Penatalaksanaan Medis <br />a) Konservatif <br />- Pemberian analgetik<br />- Pemasangan plak/plester<br />- Jiika perlu antibiotika<br />- fisiotherapy<br />b) Operatif/Invasif<br />- Pemasangan water drainage (WSD)<br />- Pemasangan alat bantu nafas<br />- Pemasangan (thoracosin tesis)<br />- Operasi (bedah thoraxis)<br />- Tindakan untuk menstabilkan dada<br />• Miring pasien daerah yang terkena<br />• Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena <br />3. Tindakan/ Penatalaksanaan Cepat <br />a. Pemberian oksigen <br />b. Tutup luka dada yang terbuka<br />c. Control segmen flail<br />d. Persiapan untuk memasukan selang dada<br /><br /> <br /><span style="font-weight:bold;">KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN</span><br />A. PENGKAJIAN <br />a. Dasar data pengkajian pasien <br />1. Anomnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah : <br />- Waktu kejadian <br />- Tempat kejadian <br />- Jenis trauma (tertembak, tertusuk, terpukul, dll)<br />- Arah masuk keluar perlukaan <br />- Bagaimana keadaan penderita selama dalam perjalanan <br />2. Aktivitas/Latihan <br />- Nyeri dada sampai abdomen <br />- Lemah <br />- Terpasang infus<br />- Sesak nafas ditandai dengan 24 x /menit <br />3. Sirkulasi : Takikardi, Disretmia<br />4. Integritas ego <br />- Ketakutan <br />- Gelisah <br />5. Nyeri/ nyaman <br />Gejala (tergantung pada ukuran / area yang terlibat) <br />- Tajam dan nyeri yang menusuk yang dapat diberatkan oleh nafas dalam kemungkinan menyebar ke leher, bau, abdomen (EF fusipleural) <br />- Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan (pneumathoraks spontan) <br />- Nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk <br />6. Pernapasan<br />Gejala :<br />- Kesulitan bernapas, lapar nafas <br />- Batuk <br />- Fremitus menurun (sisi yang terlibat) <br />7. Kulit <br />- Pucat, sianosis, berkeringat <br />- Bunyi napas menurun atau tidak <br />- Peningkatan kerja napas, penggunaaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi intekostal, ekspirasi andomen kuat <br />- Pernafaran, peningkatan frekwensi / takipnoe. <br />8. Mental<br />a. Ansietas, gelisah, bingung pingsan <br />b. Kajian nutrisi metobolik <br />- Bising usus berkurang <br />- Mukosa mulut kering<br />- Kurang nafsu makan <br />- Kembung<br />- Haus <br /><br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN <br />1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma<br />2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya Nyeri<br />3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penuruanan masukan <br />4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan <br />5. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya <br />6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penuruanan ekspirasi paruVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-59539046896891665042010-04-20T10:15:00.000+08:002010-04-20T10:23:32.825+08:00THYPUS ABDOMINALISA. PENGERTIAN <br />Typoid adalah suatu penyakit intensif pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. <br /><br />B. ETIOLOGI <br />Salmonella typhi basil gram negative dan tidak berspora. <br /><br />C. MANIFESTASI KLINIS<br />Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstivasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. <br /><br />D. PATOFISIOLOGI <br /> -<br /> <br />E. ETIOLOGI <br />1. Dehidrasi <br />2. Peritonitis <br />3. Perforasi usus<br />4. Broncopneumoni<br /><br />F. PENATALAKSANAAN <br />1. Isolasi penderita serta desinfeksi <br />2. Istrahat selama dua minggu (selama demam) <br />3. Terapkan diit TKTP <br />4. Pemberian obat oral cloram penikol <br /><br />3. PEMERIKSAAN PENUNJANG <br />1. Pemeriksaan leukosit<br />2. SGOT <br />3. Biakan darah <br />4. Pemeriksaan widal <br /><br />KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN <br />I. PENGKAJIAN <br />1) Indentita pasien <br />Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis. <br />2) Keluhan utama<br />Keluhan utama adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.<br />3) Riwayat Penyakit<br />Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella thypi kedalam tubuh <br />4) Riwayat penyakit dahulu <br />Apakah sebelumnya pernah mederita sakit yang sama<br />5) Riwaya pentakit keluarga<br />Apakah keluarga ada yang menderita sakit yang sama<br />6) Riwayat psikososial dan spiritual <br />Biasanya klien cemas, bagaimana coping mekanisme yang digunakan, gangguan dalam beribadah karena pasien tirah baring total dan lemah <br />7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan <br />a. Pola nutrisi dan metabolis <br />Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual muntah saat makan, sehingga makan hanya sedikit dan bahkan tidak makan sama sekali <br />b. Pola eliminasi <br />Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. <br />c. Pola aktivitas dan latihan <br />Aktifitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dapat dibantu. <br />d. Pola tidur dan istrahat<br />Pola tidur dan istrahat terganggu sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh. <br />e. Pola presepsi dan konsep diri <br />Bisanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologis klien <br />f. Pola sensori dan kognitif <br />Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak dapat suatu faham pada klien. <br />8) Pemeriksaan fisik <br />a. Keadaan umum <br />Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-410C, muka kemerahan<br />b. Tingkat kesadaran<br />Dapat terjadi penurunan kesadaran (Apatis) <br />c. Sistem respirasi<br />Pernapasan rata-rata ada peningkatan, napas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis<br />d. Sistem kardiovaskular<br />Terjadi penurunan tekanan darah brikardi relative, hemoglobin rendah<br />e. Sistem integument <br />Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam.<br />f. Sistem gastrointestinal <br />Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas) mual muntah, anoreksia dan konsistensi, nyeri perut terasa tidak enak dan peristaltik usus meningkat. <br />g. Sistim abdomen <br />Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat. <br />9) Pemeriksaan penunjang <br />a. Pemeriksaan darah <br />b. Pemeriksaan urine<br />c. Pemeriksaan tinja<br />d. Pemeriksaan bakteriologi <br />e. Pemeriksaan radiologi <br /> <br />10) Diagnosa yang mungkin muncul <br />a. Diagnosa keperawatan I <br />Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi <br />b. Diagnosa keperawatan II<br />Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan<br />c. Diagnosa keperawatan III<br />Gangguan pemenuhan kebutuhan istrahat tidur behubungan dengan peningkatan suhu tubuh. <br /><br />11) Rencana keperawatan dan rasionalisasi <br />Dx I : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi <br />1. Bina hubungan terapautik dengan pasien dan keluarga <br />Rasionalisasi : dengan hubungan yang dapat meningkatkan kerja sama dengan klien, sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan<br />2. Beri HE tentang penyakitnya<br />Rasionalisasi : agar pasien mengerti tentang penyakitnya<br />3. Anjurkan minum yang banyak (cairan putih dan hangat) <br />Rasionalisasi : dapat merupakan pengatur suhu tubuh, karena setiap ada kenaikan suhu tubuh melebihi norma, kebutuhan metabolism air juga meningkat <br />4. Observasi TTV <br />Rasionalisasi : dengan mengobservasi TTV untuk mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil keputusan<br />5. Berikan kompres hangat dengan handuk didaerah lipatan <br />Rasionalisasi : agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi penyuapan melalui jaringan tubuh sehingga terjadi penurunan panas<br />6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-oabatan <br />terutama antibiotik <br />Rasionalisasi : pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman salmonella thypi sehingga mempercepat pembuluh darah.<br /><br /> <br />Dx II : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan<br />1. Kaji intake dan output <br />Rasionalisasi : untuk mengetahui sejauh mana adanya ketidak seimbangan antara intake dan output pada pasien. <br />2. Anjurkan untuk minum banyak <br />Rasionalisasi : agar cairan yang keluar agar dapat digantikan oleh cairan yang diminum <br />3. Anjurkan untuk memberikan makanan dan minuman yang hangat<br />Rasionalisasi : dengan makanan dan minuman yang banyak diharapkan dapat mencegah rangsangan muntah <br />4. Observasi TTV <br />Rasionalisasi : dengan mengobservasi TTV untuk mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil keputusan <br />5. Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan infus <br />Rasionalisasi : pemberian infus dapat mempercepat <br /> pemulihan/pengembalian keseimbangan cairan <br /> tubuh<br /><br />Dx III : Gangguan pemenuhan kebutuhan istrahat tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh<br />1. Gerakan suasana ruangan yang tenang <br />Rasionalisasi : dengan susana yang tenang diharapkan pasien dapat istrahat<br />2. Atur posisi tidur senyaman mungkin <br />Rasionalisasi : dengan posisi tubuh yang nyaman akan membuat tubuh menjadi rileks <br />3. Batasi pengunjung <br />Rasionalisasi : banyaknya jumlah penjunjung dapat mengganggu waktu istrahat pasienVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-34893253467004767712010-04-20T10:04:00.000+08:002010-04-20T10:09:15.348+08:00DECOMPENSASI CORDISA. Pengertian <br />Decomensasi Cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan perdarahan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. (Dr. Ahmad Ramali, 1994)<br /><br />B. Etiologi<br /> 1. Sroke Volume <br /> 2. Kontraksi Kardiak <br /> 3. Preload dan afterlood<br /><br />Decompensasi Cordis terbagi atas dua macam : <br />1. Decompesasi Cordis Kiri/Gagal jantung kiri <br />2. Decompesasi Cordis Kanan <br /><br />C. Patofisiologi <br />Sebagai respon terhadap gagal jantung ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : <br />1. Meningkatkan aktivitas adregenik simpatik <br />2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin anguotensin aldosteron <br />3. Hipertrofit Vertikel<br />D. Manifestasi Klinis<br />Dampak dari cardiak output dan kngesti yang terjadi sistem vena atau sistem pulmonal antara lain : <br />1. Lelah <br />2. Cemas <br />3. Kulit dingin dan pucat <br /><br />E. Pemeriksaan Diagnostik <br />1. Keluhan Penderita berdasarjan tanda dan Gejala <br />2. Pemeriksaan Fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infak myocardinal akut, dan guna mengkaji kompensasi seperti hipertropi ventrikel.<br />3. Echocordiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada penyakit janung koroner<br />4. Film X-ray thorax untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung. <br />F. Penatalaksanaan <br />Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah sebagai berikut : <br />1. Pemenuhan Kebutuhan Oksigen <br />- Pengobatan faktor Pencertus <br />- Istirahat .<br />2. Perbaikan suplai oksigen <br />- Pengobatan dengan Oksigen <br />- Pengaturan posisi pasien demi Kelancaran napas <br />- Meningkatkan kontraktilitas Myovardial <br />- Penurunan Preload<br />- Penurunan Afterload <br /> <br /><span style="font-weight:bold;">KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN</span><br />A. Pengkajian <br />I. Biodata<br /> Nama, Umur, Alamat, jenis kelamin, agama <br />II. Riwayat Kesehatan <br /> a. Riwayat kesehatan sekarang <br /> b. Riwayat kesehatan dahulu <br /> c. Riwayat kesehatan keluarga<br />III. Data Fisiologi <br /> a. Aktivitas dan Istirahat <br /> b. Sirkulasi <br /> c. Integritas Ego<br /> d. Makanan/cairan <br /> e. Neurosensoris<br />f. Pernapasan<br />g. Keamanan<br />h. Penyuluhan/Pembelajaran<br />i. Pemeriksanaan Fisik <br />IV. Pemeriksaan Penunjang<br /> a. Lab : pemeriksaan darah lengkap<br /> b. Foto Thorax <br /> c. Foto Rontgent <br /> d. Pemeriksaan Khusus <br />- Pemeriksaan EKG <br />- Pemeriksaan USG <br /><br />B. Pengelompokan Data/analisis Data<br /> ¤ Data Subyektif<br /> - Mengeluh sesak napas<br /> - Mengeluh susah tidur<br /> - Mengeluh nafsu makan menurun <br /> - Mengeluh cepat lelah<br /> - Mengeluh selalu gelisah<br /> - Mengeluh bengkak pada kedua kaki<br /> <br />¤ Data Obyektif<br />- Tampak sesak <br />- Tampak pucat<br />- Konjungtiva pucat<br />- Tampak kelelahan<br />- Tampak mengantuk<br />- Terlihat lingkar hitam disekitar mata<br />- Pitting oedema (ekstermitas bawah)<br />- Terdengar Ronchi dan Wheezing <br />- Terlihat peninggian JUP<br />- Tampak cemas<br />- Perkusi dada Hipersonan<br /> <br />C. Diagnosa Keperawatan<br />Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan antrium dan kongesti vena.<br /><br />Rencana Tindakan :<br />1. Berikan istrahat pada tempat tidur atau kursi<br />2. Berikan istrahat psikologis pada lingkungan tenang <br />3. Berikan pispot disamping tempat tidur <br />4. Tinggikan kaki<br />5. Periksa nyeri tekan betis<br />6. Pantau atau ganti elektrolit.<br />7. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada<br />8. Pantau pemeriksaan labolatorium <br />9. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas <br />10. Catat respon <br />11. Evaluasi peningkatan toleran aktivitas<br /><br />E. Evaluasi<br />1. Menunjukkan tanda vital dalam batas ayang diteriam dan bebas gejala agagal jantung <br />2. Melaporkan penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung <br />3. Mendemonstrasikan Oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan<br />4. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan / situasi <br />5. Mempertahankan integritas kulit <br />6. Mendemosntrasikan /tehnik mencegah kerusakan kulitVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-39149834077341917072010-04-20T09:50:00.000+08:002010-04-20T10:03:15.091+08:00KOLIK ABDOMENA. DEFINISI<br />Kolik abdomen merupakah salah satu keadaan darurat non trauma, dimana seorang penderita oleh karena keadaan kesehatannya memerlukan pertolongan secepatnya untuk dapat dibebaskan atau diringankan penderitaannya atau mencegah memburuknya keadaan penderita.<br /><br />B. ETIOLOGI<br />- Kolik ureter / kolik ginjal<br />- Kolik biliaris<br />- Kolik Intestinal<br />- Trauman<br />- Obstruksi traktus urinarius<br />- Nyeri pinggang<br />- Infeksi dan urosepsis<br />- Torsio testis<br />- Phymosis<br />- Keracunan<br />- Fraktur<br />- Hernia<br /><br />C. GEJALA DAN KLINIS<br />- Perut kembung.<br />- Sakit di daerah abdomen bagian bawah, dan tersa sakit sampai kebagian belakang (anus), karena melakukan aktivitas berat.<br /><br />D. PENCEGAHAN<br />- Mengurangi mengkonsumsi makanan yang pedas<br />- Tidak mengkonsumsi makanan yang asem<br />- Tidak mengkonsumsi mie instant<br />- Menghindari mengkonsumsi sayuran tertentu misalnya, kol, sawi<br />- Menghindari melakukan aktivitas yang berat<br /> <br />E. PEMERIKSAAN<br />• Tensi, nadi, pernapasan, suhu<br />• Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri<br />• Pemeriksaan rektal<br />• Laboratorium :<br />- Leukosit<br />- Hb<br /><br />F. PENGOBATAN<br />- Antasid<br />- Anthistamin<br /><br /> <br />KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN<br />I. PENGKAJIAN<br />a. Biodata<br />Nama, umur, alamat, agama, pendidikan<br />b. Riwayat kesehatan<br />- Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah<br />- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, ma-mia ө, turgor kulit , keadaan umum lemah.<br />- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak<br />- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti pasien<br />c. Pemeriksaan fisik<br />- Tanda vital : Biasanya stabil<br />- Inspeksi :<br /> - Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher<br /> - Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa<br />Genetalia : Tidak ada perubahan<br />- Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan membesar<br />- Auskultasi<br />- Perkusi<br />d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual<br />- Biologis<br /> Pola makan dan minum<br />Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan.<br /> Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan<br /> Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai dengan menurunnya indeksi<br /> Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala<br /> Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien<br />- Psikologi<br />Perubahan status emosional<br />- Sosial<br />Berhubungan dengan pola interaksi<br />- Spiritual<br />Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk kesembuhan.<br />- Pemeriksan diagnostik<br /> Laboratorium<br />- Hb dan leukosit<br /> Radiologi<br /><br />II. PENGUMPULAN DATA<br />a. Data Obyektif <br />b. Data Subyektif <br /><br />III. ANALISA DATA<br />Problem, symptom, etiologi <br /><br />IV. PERIORITAS MASALAH<br /> -<br /><br />V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL <br />1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah <br />2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala <br />3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia <br />4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik <br />5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri <br /><br />VI. RENCANA KEPERAWATAN <br />1. Dehidrasi dapat terpenuhi <br />2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi <br />3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual muntah lagi <br />4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga <br />5. Personal hygiene dapat terpenuhi <br /><br />VII. INTERVENSI KEPERAWATAN <br />1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah <br />- Memberikan masukan cairan intravena <br />- Anjurkan untuk banyak minum <br />- Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang mual muntah <br />- Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien <br />- Mengobservasi vital sign pasien <br />2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia <br />- Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran BB setiap hari, pemeriksaan lab. dan antropometri <br />- Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati. <br />- Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium <br />- Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan <br />- Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan nyaman pada waktu makan<br />3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala <br />- Kaji kebiasaan tidur pasien. <br />- Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan <br />- Mengatur suhu kamar pasien <br />- Kolaborasi dengan dokter <br />4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik <br />- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik <br />- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah <br />- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri <br />- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan<br />5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri <br />- Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya <br />- Bantu pasien untuk merawat dirinya <br />- Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya <br />- Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene<br />- Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diriVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-66950497933300484002010-04-20T09:35:00.001+08:002010-04-20T09:37:18.855+08:00KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGUA. Pendahuluan<br />Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.<br /><br />Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian.<br /><br />Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.<br /><br />B. Definisi<br />Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.<br /><br />C. Insiden<br />Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas.<br /><br />D. Etiologi<br />Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah (3,4,6): <br />a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.<br />b. Riwayat operasi tuba.<br />c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.<br />d. Kehamilan ektopik sebelumnya.<br />e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.<br />f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.<br />g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.<br />h. Operasi plastik pada tuba.<br />i. Abortus buatan.<br /><br />E. Patofisiologi<br />Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :<br />1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.<br />2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.<br />3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.<br />Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.<br /><br />F. Manifestasi Klinik<br />Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya.<br /><br />G. Diagnosis<br />Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat (5,6,8):<br />1. Anamnesis dan gejala klinis <br />Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.<br />2. Pemeriksaan fisis<br />a) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. <br />b) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. <br />c) Pemeriksaan ginekologis<br />Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.<br />3. Pemeriksaan Penunjang<br />a) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). <br />Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.<br />b) USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri<br />- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri<br />- Adanya massa komplek di rongga panggul<br />4. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah. <br />5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.<br />6. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus. <br /><br />H. Penanganan<br />Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.<br />Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.<br /><br />I. Komplikasi<br />Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :<br /> Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.<br /> Infeksi<br /> Sterilitas<br /> Pecahnya tuba falopii<br /> Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio<br /><br />J. Prognosis<br />Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50% (1,2,7).<br /><br />K. Diagnosa Banding<br />Diagnosa bandingnya adalah :<br /> Infeksi pelvic<br /> Kista folikel<br /> Abortus biasa<br /> Radang panggul,<br /> Torsi kita ovarium, <br /> Endometriosis <br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />1. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334. <br />2. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4<br />3. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255. <br />4. www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4<br />5. Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.<br />6. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.<br />7. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235.<br />8. Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, dkk, Pedoman Diagnosa Dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1999. <br /> Hal. 104-105.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-3120384453097344132010-04-20T09:25:00.000+08:002010-04-20T09:31:21.079+08:00HYPERPARATIROID & HYPOPARATIROIDI. HYPOPARATIROID <br /><br />• Pengertian<br />Adalah suatu keadaan dimana sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat. <br /><br />• Etiologi <br />- Pembedahan didaerah leher <br />- Idiopatik <br />- Fungsional <br />Terjadi pada klien yang telah lama mengalami hipomagnesia. <br /><br />• Menifestasi Klinis <br />- Depresi <br />- Sulit menelan <br />- Ansietas <br />- Kekakuan pada laring <br />- Tetani <br /><br />• Penatalaksanaan <br />- Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan tracheostomi <br />- Jika terjadi hipoglikemia berikan kalsium glukonat IV segera <br />- Awasi terhadap reaksi alergi <br /><br />• Evaluasi Diagnostik <br />- Tetani <br />- Pemeriksaan laboratorium meunjukkan penurunan kadar kalsium. <br /><br />II. HIPERPARATIROID <br /><br />• Pengertian<br />Adalah akibat dari kelebihan produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan pembentukan batu ginjal. <br /><br />• Etiologi <br />Kelainan pada kelenjar paratiroid <br /><br />• Menifestasi klinis <br />• Apatis <br />• Gagal ginjal <br />• Mual Muntah <br />• Tumor Tulang <br />• Nyeri rangka dan nyeri tekan pada tulang <br />• Peka rangsangan karena efek kalsium pada otak <br /><br />• Penatalaksanaan <br />• Pengangkatan dengan cara bedah pada jaringan paratiroid yang abnormal <br />• Hindari obat-obat yang dapat meningkatkan kadar kalsium <br />• Mobilitas <br />• Menciptakan lingkungan yang nyaman <br /><br />• Evaluasi diagnostik <br />• Kadar kalsium meningkat <br />• Peningkatan kadar parathormon <br /> <br />ASKEP HYPOPARATIROID & HYPERPARATIROID <br />A. Pengkajian <br />1. Identitas : Hiperparatiroid biasanya terjadi pada umur 40–50 tahun lebih sering menyerang wanita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. <br /><br />2. Keluhan utama : <br />• Kelemahan otot <br />• Sakit kepala <br />• Hipertensi <br /><br />3. Riwayat penyakit sekarang :<br />• Batu ginjal <br /><br />4. Riwayat penyakit dahulu :<br />Apakah pasien pernah mengalami gagal ginjal, sehingga fungsi rearsorbsi pada ginjalpun terganggu.<br /> <br />5. Riwayat keluarga :<br />Adanya keluarga yang mengalami penyakit yang sama, sehingga dikaji bagaimana cara penanggulangan keluarga terhadap penyakit tersebut. <br /><br />6. Pola fungsi kesehatan :<br />a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan<br />Disini dikaji mengenai persepsi pada pola kebiasaan-kebiasan untuk pemeliharaan kesehatan serta penggunaan fasilitas kesehatan. <br />b. Pola metabolisme makanan / cairan <br />Mual muntah akibat efek kalsium dalam darah. <br />c. Pola istirahat / tidur <br />Pasien mengalami gangguan tidur. <br />d. Pola eliminasi <br />Perubahan haluaran urine disebabkan oleh keterlibatan ginjal. <br />e. Pola aktivitas <br />Pasien tak mampu beraktivitas karena kelemahan otot.<br /><br />7. Pemeriksaan fisik <br />a. Sistem kardiovaskuler <br />- Tekanan darah meningkat <br />- Perubahan irama jantung <br />b. Sistim neuromuskular <br />- Adanya kelemahan otot <br />- Adanya kesemutan <br />- Adanya kelumpuhan otot<br />c. Sistim urinaria <br />- Adanya ekskresi urin yang tidak normal <br />d. Sistim endokrin <br />- Adanya nyeri pada kelenjar paratiroid <br />- Kandung kemih tertekan <br /><br />8. Riwayat psikososial <br />- Pasien sering bertanya <br />- Pasien sering mengeluh merasa tak nyaman <br />- Pasien sering merasa cemas <br /><br />9. Pemeriksaan penunjang <br />• Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium <br />• Pemeriksaan radiology : akan nampak penipisan tulang. <br /><br />B. Diagnosa Keperawatan <br />1. Perubahan eliminasi yang berhubungan dengan gangguan pada ginjal <br />2. Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan aneroksia dan mual. <br /><br />C. Intervensi Keperawatan <br />• Dx. 1. Perubahan eliminasi urine yang berhubugan dengan gangguan pada ginjal. <br />Intervensi : <br />1. Perbanyak asupan klien 2500 ml cairan perhari <br />2. Berikan sari buah untuk membantu agar urine lebih bersifat asam <br />• Dx. 2. Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan aneroksia dan mual <br />Intervensi : <br />1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi rendah kalsium <br />2. Jelaskan pada klien bahwa atau agar tidak mengkonsumsi susu atau produk susu. <br />3. Bantu klien untuk mengembangkan diet <br />4. Rujuk klien ke ahli gizi <br /><br />D. Implementasi <br />• Melindungi klien dari kecelakaan jatuh <br />• Membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama kelemahan fisik <br />• Memperbanyak asupan klien sampai 2500 ml perhari <br />• Mengatur aktivitas yang tidak melelahkan klien <br />• Membantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu. <br />• Merujuk ke ahli gizi <br />• Mengajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan. <br /><br />E. Evaluasi <br />• Keluaran urine kembali normal <br />• Asupan makanan klien dapat mencukupi <br />• Pada BAB kembali normal <br />• Aktivitas terpenuhi <br />• Nutrisi terpenuhiVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-76679926973327307892010-01-25T19:41:00.000+08:002010-01-25T19:42:21.234+08:00HIDROSEFALUSI. Definisi<br />Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).<br />II. Epidemiologi<br />Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).<br />III. Etiologi<br />Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :<br />1) Kelainan Bawaan (Kongenital)<br />a. Stenosis akuaduktus Sylvii<br />b. Spina bifida dan kranium bifida<br />c. Sindrom Dandy-Walker<br />d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah<br />2) Infeksi<br />Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.<br />3) Neoplasma<br />Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.<br />4) Perdarahan<br />Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).<br />IV. Patofisiologi dan Patogenesis<br />CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) <br />Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :<br />1. Produksi likuor yang berlebihan<br />2. Peningkatan resistensi aliran likuor<br />3. Peningkatan tekanan sinus venosa<br />Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :<br />1. Kompresi sistem serebrovaskuler.<br />2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler<br />3. Perubahan mekanis dari otak.<br />4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis<br />5. Hilangnya jaringan otak.<br />6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.<br />Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.<br />Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)<br />V. Klasifikasi<br />Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :<br />1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).<br />2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.<br />3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.<br />4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.<br />Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)<br />VI. Manifestasi Klinis<br />Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :<br />1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus<br />Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)<br />2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak<br />Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:<br />a. Fontanel anterior yang sangat tegang.<br />b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.<br />c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.<br />d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).<br />Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)<br />VII. Diagnosis<br />Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. (Darsono, 2005:214)<br />VIII. Diagnosis Banding<br />Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215)<br />IX. Terapi<br />Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu : <br />a) Mengurangi produksi CSS.<br />b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.<br />c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)<br />Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :<br />1. Penanganan Sementara<br />Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.<br />2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)<br />Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)<br />3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)<br />Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)<br />X. Prognosis <br />Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-58563090339873865632010-01-25T19:28:00.000+08:002010-01-25T19:32:44.664+08:00PENYAKIT JANTUNG KORONERA. Pengertian.<br />Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. <br />Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.<br /><br />B. Resiko dan insidensi<br />Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama kematian di USA. Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).<br />Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai berikut:<br /><br />1. Sifat pribadi Aterogenik.<br />Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).<br /><br />2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.<br />Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan & Stamler, 1991).<br />3. Faktor resiko kecil dan lainnya.<br />Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.<br />Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).<br /><br />C. Patofisiologi<br />Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung. <br />Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.<br /><br />Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik. <br />Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.<br /><br />Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).<br />D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko<br />Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung koroner. <br />Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.<br /><br />E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner<br />1. Pengkajian<br />a. Aktivitas dan istirahat<br />Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).<br /><br />b. Sirkulasi<br />Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.<br />Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia.<br />Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.<br />Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.<br />Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).<br />Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.<br />Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.<br />Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.<br /><br />c. Eliminasi<br />Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.<br /><br />d. Nutrisi<br />Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.<br /><br />e. Hygiene perseorangan<br />Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.<br /><br />f. Neoru sensori<br />Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.<br /><br />g. Kenyamanan<br />Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.<br />Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.<br />Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.<br /><br />h. Respirasi<br />Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.<br /><br />i. Interaksi sosial<br />Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.<br /><br />j. Pengetahuan <br />Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.<br /><br />k. Studi diagnostik<br />ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis.<br />Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.<br />Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.<br />Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.<br />Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.<br />Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.<br />Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.<br />Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.<br />Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.<br /><br />2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan<br />a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.<br />Tujuan:<br />Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.<br /><br />Rencana:<br />1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.<br />2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).<br />3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.<br />4. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.<br />5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.<br />6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)<br />7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa. <br />b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.<br />Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.<br /><br />Rencana: <br />1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.<br />2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.<br />3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.<br />4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.<br />5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.<br /><br />c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.<br />Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.<br /><br />Rencana:<br />1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).<br />2. Kaji kualitas nadi.<br />3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.<br />4. Auskultasi suara nafas.<br />5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.<br />6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.<br />7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.<br /><br />d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.<br />Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.<br />Rencana:<br />1. Kaji adanya perubahan kesadaran.<br />2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.<br />3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.<br />4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).<br />5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).<br />6. Monitor intake dan out put.<br />7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.<br /><br />e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein. <br />Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.<br /><br />Rencana:<br />1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).<br />2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.<br />3. Ukur intake dan output (balance cairan).<br />4. Kaji berat badan setiap hari.<br />5. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.<br />6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.<br />7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.<br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br />Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.<br />Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.<br />Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.<br />Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.<br />Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta.<br />Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media aesculapius Universitas Indonesia. Jakarta.<br />Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta.<br />Lewis T. (1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York.<br />Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.<br />Morris D. C. et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and It’sComplication.<br />Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta.<br />Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Pembina Ilmu. Bandung.<br />________________(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-51032179332589611912010-01-16T14:12:00.000+08:002010-01-16T14:13:30.866+08:00PERIKARDITISPENGERTIAN: <br />Perikarditis adalah peradangan perikard parietal, viseral atau keduanya. Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, sub akut dan kronis. Yang sub akut dan kronis mempunyai etiologi dan pengobatan yang sama.<br /><br />Perikarditis akut<br />disertai dengan nyeri dada dan abnormalitas EKG, serta ditemukan perikardial friction rub (trias klasik).<br /><br />ETIOLOGI: <br />Penyakit idiopatik (beningna), infeksi non spesifik (virus, bakteri, jamur , TBC, penyakit kolagen, artritis reumatoid, sistemic lupus eritromatosus, neoplasma seperti mesotelioma, tumor metastasis, trauma, radiasi, uremia, infark miokard akut, dressler sindrom, sindrom paska perikardiotomi , dan diseksi aorta). Walaupun banyak penyebab perikarditis akut, penyebab paling sering dengan urutan adalah : infeksi virus, infeksi bakteri, uremia, trauma, sindrom paska infark, sindrom paska perikardiotomi, neoplasma dan idiopatik.<br /><br />GEJALA KLINIS:<br /> Sakit dada sub sternal/para sternal , kadang menjalar ke bahu, lebih ringan bila duduk. Pemeriksaan klinik ditemukan perikardial friction rub dan pembesaran jantung. Tanda-tanda penyumbatan ditemukan lewat tekanan vena meningkat, hematomegali dan udem kaki, bunyi jantung lemah, tetapi dapat normal bila efusi perikard berada dibelakang.<br />Foto rontgen tampak normal bila efusi perikar sedikit. Tampak bayangan jantung membesar bila efusi perikard banyak. EKG memperlihatkan segmen ST tanpa perubahan resiprokal, voltase QRS rendah. Pemeriksaan Echo: M-mode dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi dan banyaknya cairan.<br /><br />PENDEKATAN DIAGNOSTIK: <br />Bila efusi diketahui menentukan etiologi dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari miksidema, trauma dada, radiasi, infeksi kronik, uremia, penyakit hati kronik dan TBC. Biopsi dibiakkan dan pemeriksaan histologis diusahakan untuk menetapkan etiologi .<br /><br />GEJALA: <br />Urutannya sbb: dispnea, edema perifer, pembesaran perut, gangguan abdominal, lelah ortopnoe,palpitasi, batuk, nausea dan paroxysmal nocturnal dispnea.<br />Foto rontgen dada biasanya menunjukkan besar jantung normal,kadang-kadang membesar pada 10%. Vena kava melebar di mediastinum kanan atas, atrium kiri membesar, penebalan perikard . EKG memperlihatkan low voltage, segmen ST dan inversi gelombang T yang menyeluruh. QRS irama sinus bisa juga timbul fibrilasi atrium. Ekokardiografi M Mode bisa menunjukkan penebaorta (arteri terbesar dalam tubuh). <br />Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-24605939264869951372010-01-16T13:32:00.000+08:002010-01-20T20:35:36.542+08:00HERNIAA. Pengertian<br />Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. <br />Istilah hernia berasal dari bahasa Yunani “ERNOS” yang berarti penonjolan.<br /><br />B. Macam – macam hernia.<br />Ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 golongan :<br />1. Hernia eksterna.<br />Hernia yang tonjolannya tampak dari luar yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis medialias (direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis, hernia sikatrikalis, dan lain – lain. <br />2. Hernia interna<br />Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan hernia ligamen treitz.<br />Hernia inguinalis lateralis inakserata merupakan hernia yang sering atau paling banyak didapat terutama pada laki – laki, dengan bentuknya bulat lonjong. Disebut inkaserata karena hernia yang isi kantongnya tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai gangguan passage dan atau vaskularisasi.<br /> <br />C. Penyebab.<br />Penyebab terjadinya hernia ada dua yaitu :<br />1. Kongenital<br />Terjadi sejak lahir.<br />2. Didapat (acquired)<br />Terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), ascites dan sebagainya.<br /><br />D. Patologi anatomi<br />Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum, isi hernia yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitoneal seperti ovarium, apendiks divertikel dan buli – buli. Unsur terakhir adalah struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum) umbilikus atau organ - organ lain misalnya paru dan sebagainya.<br />Pada hernia inguinal lateralis (indirek) lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis dan mengikuti kora spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita). Ini diakibatkan gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup testis turun ke dalam skrotum atau fiksasi ovarium.<br />Pada pertumbuhan janin (+ 3 minggu) testis yang mula – mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum prossesus vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prossesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh prossesus vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis lebih sering didapatkan dibagian kanan (+ 60 %). Hal ini disebabkan karena proses desensus dan testis kanan lebih lambat dibandingkan dengan yang kiri.<br /><br />E. Tanda dan gejala<br />Pasien mengeluh benjolan pada lipat paha atau perut di bagian bawah. Benjolan dapat keluar dan masuk di daerah kemaluan, kadang – kadang terasa kemeng. Bisa terjadi obstruksi usus seperti bising usus nada tinggi sampai tak ada, mual dan muntah. <br /><br />F. Penatalaksanaan.<br />1. Manajemen medis<br />Setiap penderita hernia inguinalis lateralis selalu harus diobati dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah :<br />a. Herniotomy : membuang kantong hernia, ini terutama pada anak – anak karena dasarnya adalah kongenital tanpa adanya kelemahan dinding perut.<br />b. Herniorrhaphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.<br />Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak dilakukan pembedahan, dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia (truss). Sabuk itu dipakai waktu pagi dimana penderita aktif dan dilepas pada waktu istirahat (malam).<br /><br />2. Manajemen keperawatan<br />a. Pre operasi :<br />Pengkajian : ditujukan pada nyeri, ada tonjolan (pembengkakan) di daerah inguinal, cemas, tingkat pengetahuan pasien tentang hernia dan penanganannya. Pengkajian juga ditujukan pada riwayat.<br />Diagnosa keperawatan : masalah keperawatan yang bisa muncul adalah gangguan kenyamanan, kecemasan, kurang pengetahuan dan resiko tinggi terjadi reinkarserata.<br />Intervensi keperawatan (secara umum) ; beri posisi kepala tempat tidur ditinggikan, bila hernia turun/menonjol dimasukan kembali secara manual, anjurkan menggunakan sabuk hernia, beri analgesik sesuai advis, hindari manuever yang bisa meningkatkan tekanan intraabdominal : batuk kronik, angkat berat, mengedan secara kuat dan anjurkan untuk kompres dingin pada daerah yang bengkak.<br />b. Post operasi :<br />Dihubungkan dengan pembedahan umum lainnya seperti masalah resiko tinggi infeksi, masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka operasi, dan pendidikan pasien untuk perencanaan pulang.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Carpenito,J,L (1999). ”Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan “ Edisi 2<br />D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne (1991), ”Medical Surgical Nursing“, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelphia<br /> Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company. <br /> Engrand, Barbara (1999), Keperawatan Medikal Bedah, volume 4, Jakarta, EGC<br /> Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995), “Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis”, alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih, EGC, Jakarta<br /> Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.<br /> Senat Mahasiswa FK Unair (1996) Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, SurabayaVazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-6563688675788351392010-01-16T13:17:00.000+08:002010-01-22T20:38:19.172+08:00CIDERA KEPALAA. PENGERTIAN<br />Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. <br /><br />B. PATOFISIOLOGI<br />Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.<br />Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.<br />Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.<br />Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.<br /><br />1. Klasifikasi cidera kepala<br />a. Cidera kepala primer<br />Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( acceselarsi – descelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.<br />Pada cidera primer dapat terjadi :<br />1). Geger kepala ringan<br />2). Memar otak<br />3). Laserasi.<br />b. Cedera kepala sekunder : timbul gejala seperti :<br />1). Hipotensi sistemik<br />2). Hiperkapnea<br />3). Hipokapnea<br />4). Udema otak<br />5). Komplikasi pernapasan<br />6). Infeksi komplikasi pada organ tubuh yang lain.<br /><br />2. Jenis perdarahan yang sering ditemui pada cidera kepala :<br />a. Epidural hematoma<br />Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya . Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.<br />Gejala – gejalanya : <br />1). Penurunan tingkat kesadaran<br />2). Nyeri kepala<br />3). Muntah<br />4). Hemiparese<br />5). Dilatasi pupil ipsilateral<br />6). Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler )<br />7). Penurunan nadi<br />8). Peningkatan suhu<br />b. Subdural hematoma<br />Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. <br />Gejala – gejalanya : <br />1). Nyeri kepala<br />2). Bingung<br />3). Mengantuk<br />4). Menarik diri<br />5). Berfikir lambat<br />6). Kejang<br />7). Udem pupil.<br />c. Perdarahan intra serebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.<br />Gejala – gejalanya :<br />1). Nyeri kepala<br />2). Penurunan kesadaran<br />3). Komplikasi pernapasan<br />4). Hemiplegi kontra lateral<br />5). Dilatasi pupil<br />6). Perubahan tanda – tanda vital<br />d. Perdarahan Subarachnoid<br />Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.<br />Gejala – gejalanya :<br />1). Nyeri kepala<br />2). Penurunan kesadaran<br />3). Hemiparese<br />4). Dilatasi pupil ipsilateral<br />5). Kaku kuduk.<br /> <br />3. Hubungan cedera kepala terhadap munculnya masalah keperawatan<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw5PnDReY0GLk32JDfZDmUK8xBr8f0LGe8mqFFyLigCu9mkaSeZzPpU0T_VtNpDYtkWuyytJfxepbZW678xPZb65qLlBPzZyiMAxIWldRdzcPsAX3ewgf3h442QHBEubQn7exXQZR9yXVo/s1600-h/New+Picture+(1).png"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 171px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw5PnDReY0GLk32JDfZDmUK8xBr8f0LGe8mqFFyLigCu9mkaSeZzPpU0T_VtNpDYtkWuyytJfxepbZW678xPZb65qLlBPzZyiMAxIWldRdzcPsAX3ewgf3h442QHBEubQn7exXQZR9yXVo/s200/New+Picture+(1).png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5427204000656438130" /></a><br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN<br />1. Pengkajian<br />a. Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.<br />b. Identitas klien dan keluarga ( penanngungjawab ) : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan, hubungan klien dengan penanggungjawab.<br />c. Riwayat kesehatan<br />Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.<br />Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem – sistem lainnya, demikian pula riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.<br />d. Pemeriksaan Fisik<br />1) Aktifitas / istirahat<br />S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan<br />O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.<br /><br />2) Sirkulasi<br />O : Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.<br /><br />3) Integritas ego<br />S : Perubahan tingkah laku / kepribadian<br />O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive<br /><br />4) Eliminasi<br />O : bab / bak inkontinensia / disfungsi.<br /><br />5) Makanan / cairan<br />S : Mual, muntah, perubahan selera makan<br />O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).<br /><br />6) Neuro sensori :<br />S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan / pembauan.<br />O : Perubahan kesadara, koma.<br />Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.<br /><br />7) Nyeri / rasa nyaman<br />S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.<br />O : Wajah menyeringa, merintih.<br /><br />8) Repirasi<br />O : Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor , ronchi dan wheezing.<br /><br />9) Keamanan<br />S : Trauma / injuri kecelakaan<br />O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.<br /><br />10) Intensitas sosial<br />O : Afasia, distarsia<br /><br />e. Pemeriksaan penunjang<br />1) CT- Scan ( dengan tanpa kontras )<br />Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.<br /><br />2) MRI<br />Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.<br /><br />3) Cerebral Angiography<br />Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.<br /><br />4) Serial EEG<br />Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.<br /><br />5) X – Ray<br />Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis ( perdarahan / edema ), fragmen tulang.<br /><br />6) BAER<br />Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.<br /><br />7) PET<br />Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.<br /><br />8) CFS<br />Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.<br /><br />9) ABGs<br />Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi ) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.<br /><br />10) Kadar elektrolit<br />Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.<br /><br />11) Screen Toxicologi<br />Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.<br /><br />f. Penatalaksanaan<br />Konservatif :<br />- Bedres total<br />- Pemberian obat – obatan<br />- Observasi tanda – yanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).<br /><br />Prioritas Masalah :<br />1). Memaksimalkan perfusi / fungsi otak<br />2). Mencegah komplikasi<br />3). Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal.<br />4). Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga<br />5). Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana, pengobatan dan rehabilitasi.<br /><br />Tujuan :<br />1). Fungsi otak membaik, defisit neurologis berkurang/ tetap<br />2). Komplikasi tidak terjadi<br />3). Kebutuhan sehari – hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain<br />4). Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan<br />5). Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.<br />DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.<br />2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum<br />3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udema pada otak.<br />4. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (Soporous koma)<br />5. Resiko gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasai, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.<br />6. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.<br /> <br />DAFTAR PUTAKA<br />Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).<br />Doenges. M. E. (1989). Nursing Care Plan. Guidelines For Planning Patient Care (2 nd ). Philadelpia, F.A. Davis Company<br />Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.<br />Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.<br />Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A Nursing process Approach St. CV. Mosby Company.<br />Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-89269048413643558582010-01-16T08:52:00.001+08:002010-01-16T08:52:26.387+08:00INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)A. DEFINISI<br />Infeksi tractus urinarius adalah merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu proses peradangan yang akut ataupun kronis dari ginjal ataupun saluran kemih yang mengenai pelvis ginjal, jaringan interstisial dan tubulus ginjal (pielonefritis), atau kandung kemih (Cystitis), dan urethra (uretritis)<br /> Infeksi pada saluran kemih ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :<br />1. Infeksi saluran kemih bagian atas : Pyelonefritis<br />2. Infeksi saluran kemih bagian bawah : Cystitis, Uretritis.<br /><br />B. FAKTOR RESIKO<br />Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran kemih adalah :<br />1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki. <br />Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengn pria.<br />2. Abnormalitas Struktural dan Fungsional<br />Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik.<br />Contoh : strikur,anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis<br />3. Obstruksi<br />Contoh : tumor, Hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenik<br />4. Gangguan inervasi kandung kemih<br />Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosis<br />5. Penyakit kronis<br />Contoh : Gout, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell.<br />6. Instrumentasi<br />Contoh : prosedur kateterisasi.<br />7. Penggunaan fenasetin secara terus menerus dan tidak pada tempatnya<br /><br /><br />C. ETIOLOGI<br />Organisme penyebab infeksi tractus urinarius yang paling sering ditemukan adalah Eschericia Coli, (80% kasus). E. Colli merupakan penghuni normal dari kolon. Organisme-organisme lain yang juga dapat menyebabkan infeksi saluran perkemihan adalah : Golongan Proteus, Klebsiela, Pseudomonas, enterokokus dan staphylokokus.<br /><br /><br />D. PATOFISIOLOGI<br />1. INFEKSI SALURAN KEMIH ATAS (PIELONEFRITIS)<br />Pielonefritis adalah radang saluran kemih disertai paling sedikit 2 kelainan dalam kaliks ginjal.<br />Pielonefritis merupakan penjalaran dari infeksi di tempat lain (sepsis/bakteriemia)<br />a. Penjalaran Limfogen<br />Terutama dari tractus Gastroinstestinalis (ada hubungan langsung antara KGB Kolon dan ginjal)<br />b. Penjalaran Ascending<br />Yaitu melalui lumen tractus urinarius (dengan adanyla refluks / radang mikroskopik sepanjang ureter).<br />Pielonefritis dapat timbul dalam bentuk akut maupun kronis. Dimana Pielonefritis akut disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi bakteri terjadi karena bakteri menjalar ke saluran kemih dari aliran darah. Walaupun pielonefritis akut secara temporer dapat mempengaruhi fungsi renal, jarang sekali menjadi suatu kegagalan ginjal.<br />Pielonefritis kronis juga berasal dari infeksi bakteri, namun juga faktor-faktor lain seperi refluks urine dan obstruksi saluran kemih turut berperan. Pielonefritis kronis merusak jaringan ginjal untuk selamanya (irreversible) akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya jaringan parut. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Diduga bahwa pielonefritis menjadi diagnose yang sungguh-sungguh dari sutu pertiga orang yang menderita kegagalan ginjal kronis.<br /><br />2. INFEKSI SALURAN KEMIH BAWAH (CYSTITIS, URETRITIS)<br />Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada waktu mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja terjadi urin statis seperti maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan pertumbuhannya.<br />Infeksi saluran kemih dapat terjadi jika resistensi dari orang itu terganggu. Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas jaringan dan suplai darah. Retak dari permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk menyerang jaringan dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat tinggi.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-15411344640982024302010-01-16T08:38:00.000+08:002010-01-16T08:40:09.162+08:00BATUK DARAHI. Pendahuluan<br />Batuk darah adalah suatu gejala yang paling penting pada penyakit paru karena :<br />- adanya bahaya potensial terhadap perdarahan yang gawat<br />- hampir selalu hemoptysis disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal <br />Oleh sebab itu perlu dibuktikan apakah benar bahwa darah berasal dari saluran pernafasan bagian bawah <br />- apakah benar-benar batuk darah dan bukan muntah darah<br /><br />II. Definisi<br /> Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal}<br />_ batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter .<br />_ penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah.<br />_sebetulnya sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke dokter.<br />_batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar.<br /><br />III Etiologi<br />Berdasar etiologi maka dapat digolongkan : <br />1. Batuk darah idiopatik.<br />2. Batuk darah sekunder.<br />Ad 1. Batuk darah idiopatik.<br /> Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya: <br /> _ insiden 0,5 sampai 58% {+ 15 %}<br /> _ pria :wanita = 2 : 1<br /> _ umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun <br /> _ berhenti spontan dengan suportif terapi.<br />Ad 2. Batuk darah sekunder.<br /> Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya<br />a. Oleh karena keradangan , ditandai vascularisasi arteri bronkiale > 4% {normal 1%}<br />TB batuk sedikit-sedikit masif darah melulu, bergumpal.<br />Bronkiektasis campur purulen<br />Apses paru campur purulen<br />Pneumoniawarna merah bata encer berbuih<br />Bronkitissedikit-sedikit campur darah atau lendir<br />b. Neoplasma<br />_ karsinoma paru<br />_ adenoma<br />c. Lain-lain:<br />_ trombo emboli paru – infark paru<br />_ mitral stenosis<br />_ kelainan kongenital aliran darah paru meningkat<br /> @ ASD<br /> @ VSD<br />_trauma dada<br /> •tumpul: perlukaan oleh costa<br /> •tajam : tusukan benda tajam<br />_hemorhagic diatese<br />_hipertensi pulmonal primer<br /><br />Pembagian lain <br />Berdasar jumlah darah:<br />PURSEL : 1. Blood streak<br />3. minimal 1-30 cc<br />4. mild 30-150 cc<br />5. moderate 150-500 cc<br />6. massive 600 cc<br />JOHNSON : 1 singgle : kurang dari 7 hari<br /> 2. Repeated : lebih dari 7 hari dengan interfal 2-3 hari<br />3. Frank : darah melulu tanpa dahak<br /><br />RSUD Dr. Sutomo SMF paru > 90% disebabkan :<br />1. TB Paru<br />2. Karsinoma paru<br />3. Bronkiektasis<br />4. Mitral stenosis<br /><br />Patogenesis<br />Tergantung dr penyakit yang mendasarinya.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjj-_Br5ApjeleiMNGlgTQkytl2JS8jRK86gIiFkvwkIqhvxDOIu5k9z-hoACCTt37bLroHeeTyVEzIpxlajLgJrZcufBH2x7HNGwQqyY7KDTRAWN-iUb4c_q1rCvbg17mAilEar7whIlS4/s1600-h/New+Picture.png"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 118px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjj-_Br5ApjeleiMNGlgTQkytl2JS8jRK86gIiFkvwkIqhvxDOIu5k9z-hoACCTt37bLroHeeTyVEzIpxlajLgJrZcufBH2x7HNGwQqyY7KDTRAWN-iUb4c_q1rCvbg17mAilEar7whIlS4/s200/New+Picture.png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5427130870687842082" /></a><br /><br /><br />Gejala klinis<br />Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring ,dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :<br />• Batuk darah<br />1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan<br />2. Darah berbuih bercampur udara<br />3. Darah segar berwarna merah muda<br />4. Darah bersifat alkalis<br />5. Anemia kadang-kadang terjadi<br />6. Benzidin test negatif<br />• Muntah darah<br />1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual<br />2. Darah bercampur sisa makanan <br />3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung<br />4. Darah bersifat asam<br />5. Anemia seriang terjadi<br />6. Benzidin test positif<br />• Epistaksis<br />1. Darah menetes dari hidung<br />2. Batuk pelan kadang keluar<br />3. Darah berwarna merah segar<br />4. Darah bersifat alkalis<br />5. Anemia jarang terjadi<br /><br />Anamnesis<br />1. Dari anamnesis dipastikan asal darah<br />2. Jumlah darah yang keluar, bentuk,warna,lama.<br />3. Penyakit batuknya<br />4. Disertai nyeri dada<br />5. Hubungan dengan kerja,istirahat,posisi penderita<br />6. Hubungan penyakit masa lalu<br />7. Anamnesa merokok<br /><br />Pemeriksaan fisik<br /># Panas, berarti ada proses peradangan<br /># Auskultasi: terdengar bunyi Rales<br />- Kemungkinan menujukkan lokasi<br />- Ada aspirasi<br />- Ronki menetap, wheezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah<br />- Friction rub:emboli paru ,infark paru<br /># Clubbing finger: bronkiektasis, neoplasma<br /><br />Laboratorium:<br />- Hb<br />- Faal homeostasis dll menurut dugaan<br /><br />Radiologi :<br />- tergantung etiologi : X-photo thorak, PA Lateral<br /> CT- scan<br /><br />Pemeriksaan lain khusus :<br />- anamnesa : memastikan asal darah, berulang, jumlah, warna, menahun dll<br />- pemeriksaan fisik : kemungkinan penyebab<br />- X-photo thorak : PA/Lateral, brokografi dll<br />- Pemeriksaan sputum bakteriologi, sitologi<br />- Bronkoskopi<br /><br />Komplikasi :<br />- Bahaya utama batuk darah adalah terjadi penyumbatan trakea dan saluran nafas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak nampak anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif (600-1000 cc/24 jam)<br />- Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena darah terhisap kebagian paru yang sehat<br />- Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagiandistal akan kolaps dan terjadi atelektasis<br />- Bila perdarahan banyak, terjadi dalam waktu lama.<br /><br />Penatalaksanaan <br />Tujuan Umum :<br />1. membebaskan jalan nafas<br />2. mencegah aspirasi<br />3. menghentikan perdarahan dan pengobatan penyakit dasar.<br /><br />Konservative<br /> ~ Hemoptoe sedikit (<200ml/24jam} dapat berhenti<br /> -obat: codein, doveri, penyakit dasar<br /> - diminta tenang, istirahat total, kalau perlu obat penenang<br /> ~ Tidur setengah duduk:<br /> 13-31% hemopthoe berhenti sendiri MRS 1-4 hari,<br /> 87 % berhenti sendiri setelah 4hari MRS<br /> ~ Infus atau transfusi<br /><br />Batuk darah masif:<br />- tidur trendelenburg ke arah sisi yang sakit{agar tidak aspirasi ke paru yang sehat}<br />- infuse, penghisapan darah , pengambilan bekuan<br />- waktu dulu setelah penderita agak tenang<br />kolaps terapi: pnumoperitonium, pneumothoraks artifisial, operasi N. phrenicus<br />! Tindakan-tindakan lebih agresif<br /> -rigid bronkoskopi,jalan nafas terbuka dan penghisapan darah lebih mudah<br /> -FOB untuk suction darah dan mencari lokasi perdarahan + dengan endotrakeal tube untuk keluar. <br /> Masuk FOB lebih mudah<br /> -pasang endotrakeal tamponade {balon kateter tamponade}<br /> - reseksi paru<br /> -embolisasi a. bronkialis<br /><br />Prognose<br />- hemopthoe<200ml/24jamsupportifve baik<br />- profuse massive >600cc/24jamprognose jelek 85% meninggal<br /> * dengan bilateral far advance<br /> * faal paru kurang baik<br /> * terdapat kelainan jantung<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />- Adam F. D. Physical Diagnosis Edition 1958<br />- Prof. dr. Hood Alsegaff , dr. H. Abdul mukti, DASAR-DASAR ILMU <br /> PENYAKIT PARU, 1995Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-32895352384351821142010-01-16T08:30:00.000+08:002010-01-16T08:33:47.526+08:00APENDISITISPengertian<br />Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum.<br />Apendisitis adalah peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja, atau akibat terpuntirnya apendiks/pembuluh darah.<br /><br />A. Anatomi fisiologi<br /> Anatomi<br />Apendiks merupakan organ berbentuk tabung. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum, lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentukkerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoncah kedudukan itu memmjgnkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnnya.<br /> Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens.<br />Persyaratan parasimpatis berasal dari cabang n. vogus yang mengikuti a. mesentrika superior dan a. Apendikularis, sedangkan persyaratan simpatis berasal dari n. Torakalis oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.<br />Pendarahan apendiks berasal dari a. Apendikularis yang merupakan arteri tanpa kaloteral. Jika arteri ini tersumbat misalnya jarena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.<br /> Fisiologi<br />Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari, lendir itu normalnya di curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.<br /><br />B. Etiologi<br /> Sumbatan lumen apendiks<br /> Fekalit<br /> Tumor apendiks<br /> Erosi mukosa apendiks karena parasi seperti E. Histolytica<br /> Limfoid follicle<br /> Pin worm<br /> Cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan <br /> Kebiasaan makan makanan yang rendah serat.<br /><br />C. Patofisiologi<br />Apendisitis dapa dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks denganomentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler.<br />Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang.<br />Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya, kelengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.<br /><br />D. Tanda dan gejala<br /> Tanda awal : nyeri di epigastrium atau regiu umbilikus di sertai mual anoreksia.<br /> Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritonium lokal di titik McBurney.<br />• Nyeri tekan<br />• Nyeri lepas<br />• Nyeri muskular<br /> Nyeri rangsangan peritonium tidak langsung<br />• Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri<br />• Nyeri kanan bawah bila takanan di sebelah kiri dilepaskan<br />• Nyeri kanan bawah bila peritonium bergerak, seperti napas dalam berjalan, batuk, mengedan<br /> Demam.<br /> Nafu makan menurun.<br /><br />Laboratorium<br />Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Kebanyakan kasus terdapat leukosit, terlebih pada kasus dengan komplikasi.<br /><br />E. Komplikasi<br />Dapat terjadi peritonitis apabila apendiks membengkak tersebut pecah.<br /><br />F. Penatalaksanaan<br />1. Pengangkatan apendiks secara bedah/apendektomi<br />2. Apabila apendiks pecah sebelum tindakan operasi/bedah, maka diperlukan pemberian antibiotik untuk mengurangi resiko peritonitis dan sepsis.<br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN <br />PRE & POST APENDISITIS<br /><br />1. PENGKAJIAN<br />a. Pengumpulan Data<br /> Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status dan lain-lain<br /> Riwayat penyakit sekarang<br />keluhan utama :<br /> Nyeri yang timbul mendadk di daerah epigastrium<br /> Demam<br /> Riwayat penyakit dahulu<br />Sebelumnya apakah pasien pernah mengalami pembedahan abdomen atau tumor.<br /> Riwayat kesehatan keluarga<br />Apakah ada penyakit keturunan dalam keluarga??<br /> Riwayat psikososial<br /> Pasien sering merasa cemas karena penyakitnya <br /> Pasien juga merasa takut karena ketidaktahuan pada penyebab penyakitnya<br /> Pola-pola fungsi kesehatan<br />Mengkaji pola fungsi kesehatan terutama yang berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh pasien tersebut.<br />a) Pola nutrisi<br />Kaji pola makanan pasien dirumah serta jenis dan jumlahnya, kaji pula kemungkinan terjdinya mual dan muntah.<br />b) Pola eliminasi<br />o Terjadinya perubahan defekasi, adanya darah pada feses<br />o Konstipasi<br />c) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan<br />Mengkaji bagaimana pasien mempersepsikan penyakitnya dan bagaimana tatlakasan kesehatan di rumahnya. Dan kebiasaan pasien misalnya minum alkohol, obat-abatan dan kebiasaan merokok.<br />d) Pola aktifitas dan latihan<br />e) Pola tidur dan istirahat<br />Kaji berapa lama pasien beristirahat dan jika ada waktu yang luang apa yang dilakukan pasien.<br />Kaji pula apakah pasien mengalami gangguan saat tidur yang berhubungan dengan penyakitnya.<br /><br />b. Pemeriksaan<br /> Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,50C, bila suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksila dan rektal sampai 10C, pada infesi perut tidak di temukan gambaran spesifik, kembung sering terlihay pada penderita dengan komplikasi perforasi penonjolan perut kanan bawah atau abses periapendikuler.<br />Pada palpasi di dapatkan nyeri yang terbatas pada ragio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Nyeri tekan perut kanan bawah perut ini merupakan kunci diagnosis, pada penekanan kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.<br /> Pemeriksaan Laboratorium <br /> Darah lengkap<br /> Kadar elektrolit darah<br /> Urine lengkap<br /> Pemeriksaan radiology<br /><br />c. Analisa Data<br /> Pre operasi<br /> Data subjektif biasanya didapatkan dengan keluhan nyeri dan sakit sekali pada perut, perut kembung, muntah, sulit untuk BAB, perasaan takut, hawatir, dan lain-lain.<br /> Data objektif dapat terlihat pasien meringis menahan sakit kadang menarik napas panjang, wajah pucat, kebersihan badan tak terurusi dan lain-lain.<br /> Post operasi<br /> Data subjektif didapatkan keluhan pusing, sakit kepala pada luka operasi (nyeri) dan lain-lain.<br /> Data objektif, pasien dalam keadaan terbaring, terpasang infus, dan lain-lain.<br /><br />2. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />Dari masalah yang ada maka kita dapatkan masalah diagnosa keperawatan sebagai berikut :<br /><br /> Diagnosa Pre Operasi<br />1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) abdomen yang timbul mendadak di daerah epigastrium.<br />2. Cemas sehubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan di tandai dengan pasien sring menanyakan tentang bagaimana tindakan operasi dilakukan.<br /><br /> Diagnosa post operasi<br />1. Ketidaknyamanan (nyeri) sehubungan dengan luka operasi di tandai dengan pasien sering menarik napas panjang menahan nyeri.<br />2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan luka operasi.<br /><br />3. PERENCANAAN<br />Perencanaan berisi tujuan pelayanan perawatan dari rencana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dari tujuan serta rasionalisasi dari rencana tindakan.<br />1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) abdomen yang timbul mendadak di daerah epigastrium.<br />a. Tujuan rasa nyeri berkurang atau hilang <br />b. Kriteria hasil : <br /> Penderita mengungkapkan rasa nyeri berkurang. <br /> Ekspresi wajah tidak menyeringai.<br /> Pasien dapat tidur dan istrahat dengan tenang.<br /><br />c. Rencana tindakan : <br />I. Beri penjelasan pada pasien dan keluarga tentang sebab-sebab nyeri.<br />Rasional : <br />Dari penjelasan yang di berikan, diharapkan pasien tahu sebab-sebab nyeri sehingga dapat di ajak kerja sama.<br />II. Alihkan perhatian pasien dengan membaca koran, majalah dan mendengarkan radio dan lain-lain.<br />Rasional : <br />Dengan mengalihkan perhatian pasien, diharapkan rasa nyeri hilang / terlupa sejenak.<br />III. Ajak pasien bercerita tentang sesuatu hal yang menyenangkan.<br />Rasional : <br />Dengan mengajak bercerita yang menyenangkan akan membuat pasien tidak menyadari rangsangan nyeri.<br />IV. Observasi gejala cardinal<br />Rasional : <br />Observasi gejala cardinal untuk mengetahui perkembangan pasien dan membuat pasien merasa di perhatikan.<br /><br />2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan luka operasi :<br />a. Tujuan : tidak terjasi infeksi<br />b. Kriteria hasil :<br /> Luka kering dan bersih <br /> Tidak terdapat tanda keradangan <br />c. Rencana Tindakan <br />1. Beri penjelasan pada penderita tentang manfaat perawatan luka dan tanda serat dangejala infeksi<br />Rasional : <br />Dari penjelasan yang diberikan diharapkan pasien dapat di ajak kerja sama dalam mencegah terjadinya infeksi<br />2. Observasi keadaan luka operasi dan drainase insisi<br />Rasional :<br />Dengan Observasi di ketahui kelainan-kelainan yang terjadi pada drainasi insisi dan keadaan luka.<br />3. Kaji proses penyembuhan <br />Rasional :<br />Dengan Observasi penyembuhan maka keadaan luka diketahui pasien dan tanda-tanda keradangan dapat di antisipasi.<br />4. kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian anti Biotik <br />Rasional : <br />Anti Biotik mempunyai efek membunuh serta mengurangi perkembanganbiakan kuman penyakit.<br /><br />4. PELAKSANAAN<br /> Pelaksanaan yang di maksud adalah realisasi dari kegiatan yang dilakukan.<br /><br />5. EVALUASI<br />a) Tujuan tercapai, bila pasien mampu menunjukan prilaku pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang ditentukan.<br />b) Tujuan sebagaian tercapai, bila pasien mampu menunjukan prilaku, tetapi hanya sebagian dari tujuan yang di harapkan tercapai.<br />c) Tujuan tidak tecapai, bila pasien tidak mampu atau menunjukan prilaku yang diharapkan sesuai tujuan yang telah ditentukan.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3297697145874371635.post-54153392996003188162010-01-15T16:07:00.000+08:002010-01-20T20:53:35.671+08:00CHOLELITHIASISI. Pengertian :<br />a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus Koledocus ).<br />b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.<br />c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.<br />d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.<br /><br />II. Penyebab:<br />Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.<br /><br />Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:<br />1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.<br /><br />Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:<br />· Infeksi kandung empedu<br />· Usia yang bertambah<br />· Obesitas<br />· Wanita<br />· Kurang makan sayur<br />· Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol<br /><br />2. Batu pigmen empedu , ada dua macam;<br />· Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi<br />· Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi<br /><br />3. Batu saluran empedu<br />Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.<br /><br />III. Pathofisiologi :<br />Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya.<br /><br />Faktor predisposisi yang penting adalah :<br />· Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu<br />· Statis empedu<br />· Infeksi kandung empedu<br /><br />Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu .<br /><br />Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.<br /><br />Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.<br /><br />IV. Perjalanan Batu<br />Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.<br /><br />Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.<br /><br />V. Gejala Klinis<br />Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.<br /><br />GEJALA AKUT<br />TANDA :<br />1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme<br />2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas<br />3. Kandung empedu membesar dan nyeri<br />4. Ikterus ringan<br /><br />GEJALA:<br />1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang Menetap<br />2. Mual dan muntah<br />3. Febris (38,5°°C)<br /><br />GEJALA KRONIS<br />TANDA:<br />1. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen<br />2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas<br /><br />GEJALA:<br />1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan<br />2. Nausea dan muntah<br />3. Intoleransi dengan makanan berlemak<br />4. Flatulensi<br />5. Eruktasi (bersendawa)<br /><br />VI. Pemeriksaan penunjang<br />Tes laboratorium :<br />1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).<br />2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).<br />3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).<br />4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).<br />5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)<br />6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.<br />7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.<br />8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.<br />9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.<br />10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.<br /><br />Daftar Pustaka :<br />1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.<br />2. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.<br />3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.<br />4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.<br />5. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.<br />6. Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.<br /><br />VII. Pengkajian<br /><br />1. Aktivitas dan istirahat:<br />· subyektif : kelemahan<br />· Obyektif : kelelahan<br /><br />2. Sirkulasi :<br />· Obyektif : Takikardia, Diaphoresis<br /><br />3. Eliminasi :<br />· Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces<br />· Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .<br /><br />4. Makan / minum (cairan)<br />Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.<br />· Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.<br />· Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.<br />· Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).<br />· Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.<br /><br />Obyektif :<br />· Kegemukan.<br />· Kehilangan berat badan (kurus).<br /><br />5. Nyeri/ Kenyamanan :<br />Subyektif :<br />· Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.<br />· Nyeri apigastrium setelah makan.<br />· Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.<br /><br />Obyektif :<br />Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).<br /><br />6. Respirasi :<br />Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.<br /><br />7. Keamanan :<br />Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).<br /><br />8. Belajar mengajar :<br />Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah.<br /><br />Prioritas Perawatan :<br />a. Meningkatkan fungsi pernafasan.<br />b. Mencegah komplikasi.<br />c. Memberi informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur, prognosa dan pengobatan<br /><br />Tujuan Asuhan Perawatan :<br />a. Ventilasi/oksigenasi yang adekwat.<br />b. Mencegah/mengurangi komplikasi.<br />c. Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan<br /><br />Diagnosa Perawatan:<br />A. Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/ kelelahan, ditandai dengan :<br />· Takipneu<br />· Perubahan pernafasan<br />· Penurunan vital kapasitas.<br />· Pernafasan tambahan<br />· Batuk terus menerus<br /><br />B. Potensial Kekurangan cairan sehubungan dengan :<br />· Kehilangan cairan dari nasogastrik.<br />· Muntah.<br />· Pembatasan intake<br />· Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun, waktu beku lama.<br /><br />C. Penurunan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan<br />· Pemasanagan drainase T Tube.<br />· Perubahan metabolisme.<br />· Pengaruh bahan kimia (empedu)<br />ditandai dengan :<br />· adanya gangguan kulit.<br /><br />D. Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan, sehubugan dengan:<br />· Menanyakan kembali tentang imformasi.<br />· Mis Interpretasi imformasi.<br />· Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi.<br />ditandai : . pernyataan yang salah.<br />. permintaan terhadap informasi.<br />. Tidak mengikuti instruksi.<br /><br />Daftar Pustaka :<br />7. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.<br />8. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.<br />9. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.<br />10. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.<br />11. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.<br />12. Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.Vazryan WBhttp://www.blogger.com/profile/01050981608068886367noreply@blogger.com0