Sabtu, 16 Januari 2010

PERIKARDITIS

PENGERTIAN:
Perikarditis adalah peradangan perikard parietal, viseral atau keduanya. Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, sub akut dan kronis. Yang sub akut dan kronis mempunyai etiologi dan pengobatan yang sama.

Perikarditis akut
disertai dengan nyeri dada dan abnormalitas EKG, serta ditemukan perikardial friction rub (trias klasik).

ETIOLOGI:
Penyakit idiopatik (beningna), infeksi non spesifik (virus, bakteri, jamur , TBC, penyakit kolagen, artritis reumatoid, sistemic lupus eritromatosus, neoplasma seperti mesotelioma, tumor metastasis, trauma, radiasi, uremia, infark miokard akut, dressler sindrom, sindrom paska perikardiotomi , dan diseksi aorta). Walaupun banyak penyebab perikarditis akut, penyebab paling sering dengan urutan adalah : infeksi virus, infeksi bakteri, uremia, trauma, sindrom paska infark, sindrom paska perikardiotomi, neoplasma dan idiopatik.

GEJALA KLINIS:
Sakit dada sub sternal/para sternal , kadang menjalar ke bahu, lebih ringan bila duduk. Pemeriksaan klinik ditemukan perikardial friction rub dan pembesaran jantung. Tanda-tanda penyumbatan ditemukan lewat tekanan vena meningkat, hematomegali dan udem kaki, bunyi jantung lemah, tetapi dapat normal bila efusi perikard berada dibelakang.
Foto rontgen tampak normal bila efusi perikar sedikit. Tampak bayangan jantung membesar bila efusi perikard banyak. EKG memperlihatkan segmen ST tanpa perubahan resiprokal, voltase QRS rendah. Pemeriksaan Echo: M-mode dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi dan banyaknya cairan.

PENDEKATAN DIAGNOSTIK:
Bila efusi diketahui menentukan etiologi dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari miksidema, trauma dada, radiasi, infeksi kronik, uremia, penyakit hati kronik dan TBC. Biopsi dibiakkan dan pemeriksaan histologis diusahakan untuk menetapkan etiologi .

GEJALA:
Urutannya sbb: dispnea, edema perifer, pembesaran perut, gangguan abdominal, lelah ortopnoe,palpitasi, batuk, nausea dan paroxysmal nocturnal dispnea.
Foto rontgen dada biasanya menunjukkan besar jantung normal,kadang-kadang membesar pada 10%. Vena kava melebar di mediastinum kanan atas, atrium kiri membesar, penebalan perikard . EKG memperlihatkan low voltage, segmen ST dan inversi gelombang T yang menyeluruh. QRS irama sinus bisa juga timbul fibrilasi atrium. Ekokardiografi M Mode bisa menunjukkan penebaorta (arteri terbesar dalam tubuh).
Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.

HERNIA

A. Pengertian
Hernia adalah prostrusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital pada dinding rongga yang secara normal berisi organ.
Istilah hernia berasal dari bahasa Yunani “ERNOS” yang berarti penonjolan.

B. Macam – macam hernia.
Ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 golongan :
1. Hernia eksterna.
Hernia yang tonjolannya tampak dari luar yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis medialias (direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis, hernia sikatrikalis, dan lain – lain.
2. Hernia interna
Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan hernia ligamen treitz.
Hernia inguinalis lateralis inakserata merupakan hernia yang sering atau paling banyak didapat terutama pada laki – laki, dengan bentuknya bulat lonjong. Disebut inkaserata karena hernia yang isi kantongnya tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai gangguan passage dan atau vaskularisasi.

C. Penyebab.
Penyebab terjadinya hernia ada dua yaitu :
1. Kongenital
Terjadi sejak lahir.
2. Didapat (acquired)
Terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), ascites dan sebagainya.

D. Patologi anatomi
Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum, isi hernia yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitoneal seperti ovarium, apendiks divertikel dan buli – buli. Unsur terakhir adalah struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum) umbilikus atau organ - organ lain misalnya paru dan sebagainya.
Pada hernia inguinal lateralis (indirek) lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis dan mengikuti kora spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita). Ini diakibatkan gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup testis turun ke dalam skrotum atau fiksasi ovarium.
Pada pertumbuhan janin (+ 3 minggu) testis yang mula – mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum prossesus vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prossesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh prossesus vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis lebih sering didapatkan dibagian kanan (+ 60 %). Hal ini disebabkan karena proses desensus dan testis kanan lebih lambat dibandingkan dengan yang kiri.

E. Tanda dan gejala
Pasien mengeluh benjolan pada lipat paha atau perut di bagian bawah. Benjolan dapat keluar dan masuk di daerah kemaluan, kadang – kadang terasa kemeng. Bisa terjadi obstruksi usus seperti bising usus nada tinggi sampai tak ada, mual dan muntah.

F. Penatalaksanaan.
1. Manajemen medis
Setiap penderita hernia inguinalis lateralis selalu harus diobati dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah :
a. Herniotomy : membuang kantong hernia, ini terutama pada anak – anak karena dasarnya adalah kongenital tanpa adanya kelemahan dinding perut.
b. Herniorrhaphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.
Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak dilakukan pembedahan, dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia (truss). Sabuk itu dipakai waktu pagi dimana penderita aktif dan dilepas pada waktu istirahat (malam).

2. Manajemen keperawatan
a. Pre operasi :
Pengkajian : ditujukan pada nyeri, ada tonjolan (pembengkakan) di daerah inguinal, cemas, tingkat pengetahuan pasien tentang hernia dan penanganannya. Pengkajian juga ditujukan pada riwayat.
Diagnosa keperawatan : masalah keperawatan yang bisa muncul adalah gangguan kenyamanan, kecemasan, kurang pengetahuan dan resiko tinggi terjadi reinkarserata.
Intervensi keperawatan (secara umum) ; beri posisi kepala tempat tidur ditinggikan, bila hernia turun/menonjol dimasukan kembali secara manual, anjurkan menggunakan sabuk hernia, beri analgesik sesuai advis, hindari manuever yang bisa meningkatkan tekanan intraabdominal : batuk kronik, angkat berat, mengedan secara kuat dan anjurkan untuk kompres dingin pada daerah yang bengkak.
b. Post operasi :
Dihubungkan dengan pembedahan umum lainnya seperti masalah resiko tinggi infeksi, masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka operasi, dan pendidikan pasien untuk perencanaan pulang.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L (1999). ”Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan “ Edisi 2
D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne (1991), ”Medical Surgical Nursing“, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelphia
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Engrand, Barbara (1999), Keperawatan Medikal Bedah, volume 4, Jakarta, EGC
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995), “Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis”, alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih, EGC, Jakarta
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Senat Mahasiswa FK Unair (1996) Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Surabaya

CIDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.
Perubahan otonim pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

1. Klasifikasi cidera kepala
a. Cidera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( acceselarsi – descelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cidera primer dapat terjadi :
1). Geger kepala ringan
2). Memar otak
3). Laserasi.
b. Cedera kepala sekunder : timbul gejala seperti :
1). Hipotensi sistemik
2). Hiperkapnea
3). Hipokapnea
4). Udema otak
5). Komplikasi pernapasan
6). Infeksi komplikasi pada organ tubuh yang lain.

2. Jenis perdarahan yang sering ditemui pada cidera kepala :
a. Epidural hematoma
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya . Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala – gejalanya :
1). Penurunan tingkat kesadaran
2). Nyeri kepala
3). Muntah
4). Hemiparese
5). Dilatasi pupil ipsilateral
6). Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler )
7). Penurunan nadi
8). Peningkatan suhu
b. Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
c. Perdarahan intra serebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan vena.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Komplikasi pernapasan
4). Hemiplegi kontra lateral
5). Dilatasi pupil
6). Perubahan tanda – tanda vital
d. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Hemiparese
4). Dilatasi pupil ipsilateral
5). Kaku kuduk.

3. Hubungan cedera kepala terhadap munculnya masalah keperawatan


ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
b. Identitas klien dan keluarga ( penanngungjawab ) : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan, hubungan klien dengan penanggungjawab.
c. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem – sistem lainnya, demikian pula riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas / istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.

2) Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.

3) Integritas ego
S : Perubahan tingkah laku / kepribadian
O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive

4) Eliminasi
O : bab / bak inkontinensia / disfungsi.

5) Makanan / cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).

6) Neuro sensori :
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan / pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.

7) Nyeri / rasa nyaman
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
O : Wajah menyeringa, merintih.

8) Repirasi
O : Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor , ronchi dan wheezing.

9) Keamanan
S : Trauma / injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.

10) Intensitas sosial
O : Afasia, distarsia

e. Pemeriksaan penunjang
1) CT- Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.

2) MRI
Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3) Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.

5) X – Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis ( perdarahan / edema ), fragmen tulang.

6) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.

7) PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.

8) CFS
Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

9) ABGs
Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi ) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.

10) Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.

11) Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

f. Penatalaksanaan
Konservatif :
- Bedres total
- Pemberian obat – obatan
- Observasi tanda – yanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).

Prioritas Masalah :
1). Memaksimalkan perfusi / fungsi otak
2). Mencegah komplikasi
3). Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal.
4). Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5). Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana, pengobatan dan rehabilitasi.

Tujuan :
1). Fungsi otak membaik, defisit neurologis berkurang/ tetap
2). Komplikasi tidak terjadi
3). Kebutuhan sehari – hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain
4). Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5). Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udema pada otak.
4. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (Soporous koma)
5. Resiko gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasai, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
6. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.

DAFTAR PUTAKA
Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).
Doenges. M. E. (1989). Nursing Care Plan. Guidelines For Planning Patient Care (2 nd ). Philadelpia, F.A. Davis Company
Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.
Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A Nursing process Approach St. CV. Mosby Company.
Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung.

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. DEFINISI
Infeksi tractus urinarius adalah merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu proses peradangan yang akut ataupun kronis dari ginjal ataupun saluran kemih yang mengenai pelvis ginjal, jaringan interstisial dan tubulus ginjal (pielonefritis), atau kandung kemih (Cystitis), dan urethra (uretritis)
Infeksi pada saluran kemih ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Infeksi saluran kemih bagian atas : Pyelonefritis
2. Infeksi saluran kemih bagian bawah : Cystitis, Uretritis.

B. FAKTOR RESIKO
Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran kemih adalah :
1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengn pria.
2. Abnormalitas Struktural dan Fungsional
Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik.
Contoh : strikur,anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis
3. Obstruksi
Contoh : tumor, Hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenik
4. Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosis
5. Penyakit kronis
Contoh : Gout, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell.
6. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi.
7. Penggunaan fenasetin secara terus menerus dan tidak pada tempatnya


C. ETIOLOGI
Organisme penyebab infeksi tractus urinarius yang paling sering ditemukan adalah Eschericia Coli, (80% kasus). E. Colli merupakan penghuni normal dari kolon. Organisme-organisme lain yang juga dapat menyebabkan infeksi saluran perkemihan adalah : Golongan Proteus, Klebsiela, Pseudomonas, enterokokus dan staphylokokus.


D. PATOFISIOLOGI
1. INFEKSI SALURAN KEMIH ATAS (PIELONEFRITIS)
Pielonefritis adalah radang saluran kemih disertai paling sedikit 2 kelainan dalam kaliks ginjal.
Pielonefritis merupakan penjalaran dari infeksi di tempat lain (sepsis/bakteriemia)
a. Penjalaran Limfogen
Terutama dari tractus Gastroinstestinalis (ada hubungan langsung antara KGB Kolon dan ginjal)
b. Penjalaran Ascending
Yaitu melalui lumen tractus urinarius (dengan adanyla refluks / radang mikroskopik sepanjang ureter).
Pielonefritis dapat timbul dalam bentuk akut maupun kronis. Dimana Pielonefritis akut disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi bakteri terjadi karena bakteri menjalar ke saluran kemih dari aliran darah. Walaupun pielonefritis akut secara temporer dapat mempengaruhi fungsi renal, jarang sekali menjadi suatu kegagalan ginjal.
Pielonefritis kronis juga berasal dari infeksi bakteri, namun juga faktor-faktor lain seperi refluks urine dan obstruksi saluran kemih turut berperan. Pielonefritis kronis merusak jaringan ginjal untuk selamanya (irreversible) akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya jaringan parut. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Diduga bahwa pielonefritis menjadi diagnose yang sungguh-sungguh dari sutu pertiga orang yang menderita kegagalan ginjal kronis.

2. INFEKSI SALURAN KEMIH BAWAH (CYSTITIS, URETRITIS)
Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada waktu mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja terjadi urin statis seperti maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan pertumbuhannya.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi jika resistensi dari orang itu terganggu. Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas jaringan dan suplai darah. Retak dari permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk menyerang jaringan dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat tinggi.

BATUK DARAH

I. Pendahuluan
Batuk darah adalah suatu gejala yang paling penting pada penyakit paru karena :
- adanya bahaya potensial terhadap perdarahan yang gawat
- hampir selalu hemoptysis disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal
Oleh sebab itu perlu dibuktikan apakah benar bahwa darah berasal dari saluran pernafasan bagian bawah
- apakah benar-benar batuk darah dan bukan muntah darah

II. Definisi
Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal}
_ batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter .
_ penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah.
_sebetulnya sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke dokter.
_batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar.

III Etiologi
Berdasar etiologi maka dapat digolongkan :
1. Batuk darah idiopatik.
2. Batuk darah sekunder.
Ad 1. Batuk darah idiopatik.
Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya:
_ insiden 0,5 sampai 58% {+ 15 %}
_ pria :wanita = 2 : 1
_ umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun
_ berhenti spontan dengan suportif terapi.
Ad 2. Batuk darah sekunder.
Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya
a. Oleh karena keradangan , ditandai vascularisasi arteri bronkiale > 4% {normal 1%}
TB  batuk sedikit-sedikit masif darah melulu, bergumpal.
Bronkiektasis campur purulen
Apses paru campur purulen
Pneumoniawarna merah bata encer berbuih
Bronkitissedikit-sedikit campur darah atau lendir
b. Neoplasma
_ karsinoma paru
_ adenoma
c. Lain-lain:
_ trombo emboli paru – infark paru
_ mitral stenosis
_ kelainan kongenital aliran darah paru meningkat
@ ASD
@ VSD
_trauma dada
•tumpul: perlukaan oleh costa
•tajam : tusukan benda tajam
_hemorhagic diatese
_hipertensi pulmonal primer

Pembagian lain
Berdasar jumlah darah:
PURSEL : 1. Blood streak
3. minimal 1-30 cc
4. mild 30-150 cc
5. moderate 150-500 cc
6. massive 600 cc
JOHNSON : 1 singgle : kurang dari 7 hari
2. Repeated : lebih dari 7 hari dengan interfal 2-3 hari
3. Frank : darah melulu tanpa dahak

RSUD Dr. Sutomo SMF paru > 90% disebabkan :
1. TB Paru
2. Karsinoma paru
3. Bronkiektasis
4. Mitral stenosis

Patogenesis
Tergantung dr penyakit yang mendasarinya.



Gejala klinis
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring ,dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
• Batuk darah
1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2. Darah berbuih bercampur udara
3. Darah segar berwarna merah muda
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia kadang-kadang terjadi
6. Benzidin test negatif
• Muntah darah
1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2. Darah bercampur sisa makanan
3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
4. Darah bersifat asam
5. Anemia seriang terjadi
6. Benzidin test positif
• Epistaksis
1. Darah menetes dari hidung
2. Batuk pelan kadang keluar
3. Darah berwarna merah segar
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia jarang terjadi

Anamnesis
1. Dari anamnesis dipastikan asal darah
2. Jumlah darah yang keluar, bentuk,warna,lama.
3. Penyakit batuknya
4. Disertai nyeri dada
5. Hubungan dengan kerja,istirahat,posisi penderita
6. Hubungan penyakit masa lalu
7. Anamnesa merokok

Pemeriksaan fisik
# Panas, berarti ada proses peradangan
# Auskultasi: terdengar bunyi Rales
- Kemungkinan menujukkan lokasi
- Ada aspirasi
- Ronki menetap, wheezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah
- Friction rub:emboli paru ,infark paru
# Clubbing finger: bronkiektasis, neoplasma

Laboratorium:
- Hb
- Faal homeostasis dll menurut dugaan

Radiologi :
- tergantung etiologi : X-photo thorak, PA Lateral
CT- scan

Pemeriksaan lain khusus :
- anamnesa : memastikan asal darah, berulang, jumlah, warna, menahun dll
- pemeriksaan fisik : kemungkinan penyebab
- X-photo thorak : PA/Lateral, brokografi dll
- Pemeriksaan sputum bakteriologi, sitologi
- Bronkoskopi

Komplikasi :
- Bahaya utama batuk darah adalah terjadi penyumbatan trakea dan saluran nafas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak nampak anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif (600-1000 cc/24 jam)
- Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena darah terhisap kebagian paru yang sehat
- Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagiandistal akan kolaps dan terjadi atelektasis
- Bila perdarahan banyak, terjadi dalam waktu lama.

Penatalaksanaan
Tujuan Umum :
1. membebaskan jalan nafas
2. mencegah aspirasi
3. menghentikan perdarahan dan pengobatan penyakit dasar.

Konservative
~ Hemoptoe sedikit (<200ml/24jam} dapat berhenti
-obat: codein, doveri, penyakit dasar
- diminta tenang, istirahat total, kalau perlu obat penenang
~ Tidur setengah duduk:
13-31% hemopthoe berhenti sendiri MRS 1-4 hari,
87 % berhenti sendiri setelah 4hari MRS
~ Infus atau transfusi

Batuk darah masif:
- tidur trendelenburg ke arah sisi yang sakit{agar tidak aspirasi ke paru yang sehat}
- infuse, penghisapan darah , pengambilan bekuan
- waktu dulu setelah penderita agak tenang
kolaps terapi: pnumoperitonium, pneumothoraks artifisial, operasi N. phrenicus
! Tindakan-tindakan lebih agresif
-rigid bronkoskopi,jalan nafas terbuka dan penghisapan darah lebih mudah
-FOB untuk suction darah dan mencari lokasi perdarahan + dengan endotrakeal tube untuk keluar.
Masuk FOB lebih mudah
-pasang endotrakeal tamponade {balon kateter tamponade}
- reseksi paru
-embolisasi a. bronkialis

Prognose
- hemopthoe<200ml/24jamsupportifve baik
- profuse massive >600cc/24jamprognose jelek 85% meninggal
* dengan bilateral far advance
* faal paru kurang baik
* terdapat kelainan jantung

DAFTAR PUSTAKA
- Adam F. D. Physical Diagnosis Edition 1958
- Prof. dr. Hood Alsegaff , dr. H. Abdul mukti, DASAR-DASAR ILMU
PENYAKIT PARU, 1995

APENDISITIS

Pengertian
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum.
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja, atau akibat terpuntirnya apendiks/pembuluh darah.

A. Anatomi fisiologi
 Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum, lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentukkerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoncah kedudukan itu memmjgnkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens.
Persyaratan parasimpatis berasal dari cabang n. vogus yang mengikuti a. mesentrika superior dan a. Apendikularis, sedangkan persyaratan simpatis berasal dari n. Torakalis oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari a. Apendikularis yang merupakan arteri tanpa kaloteral. Jika arteri ini tersumbat misalnya jarena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.
 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari, lendir itu normalnya di curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

B. Etiologi
 Sumbatan lumen apendiks
 Fekalit
 Tumor apendiks
 Erosi mukosa apendiks karena parasi seperti E. Histolytica
 Limfoid follicle
 Pin worm
 Cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan
 Kebiasaan makan makanan yang rendah serat.

C. Patofisiologi
Apendisitis dapa dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks denganomentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler.
Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya, kelengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.

D. Tanda dan gejala
 Tanda awal : nyeri di epigastrium atau regiu umbilikus di sertai mual anoreksia.
 Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritonium lokal di titik McBurney.
• Nyeri tekan
• Nyeri lepas
• Nyeri muskular
 Nyeri rangsangan peritonium tidak langsung
• Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
• Nyeri kanan bawah bila takanan di sebelah kiri dilepaskan
• Nyeri kanan bawah bila peritonium bergerak, seperti napas dalam berjalan, batuk, mengedan
 Demam.
 Nafu makan menurun.

Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Kebanyakan kasus terdapat leukosit, terlebih pada kasus dengan komplikasi.

E. Komplikasi
Dapat terjadi peritonitis apabila apendiks membengkak tersebut pecah.

F. Penatalaksanaan
1. Pengangkatan apendiks secara bedah/apendektomi
2. Apabila apendiks pecah sebelum tindakan operasi/bedah, maka diperlukan pemberian antibiotik untuk mengurangi resiko peritonitis dan sepsis.

ASUHAN KEPERAWATAN
PRE & POST APENDISITIS

1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
 Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status dan lain-lain
 Riwayat penyakit sekarang
keluhan utama :
 Nyeri yang timbul mendadk di daerah epigastrium
 Demam
 Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya apakah pasien pernah mengalami pembedahan abdomen atau tumor.
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dalam keluarga??
 Riwayat psikososial
 Pasien sering merasa cemas karena penyakitnya
 Pasien juga merasa takut karena ketidaktahuan pada penyebab penyakitnya
 Pola-pola fungsi kesehatan
Mengkaji pola fungsi kesehatan terutama yang berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh pasien tersebut.
a) Pola nutrisi
Kaji pola makanan pasien dirumah serta jenis dan jumlahnya, kaji pula kemungkinan terjdinya mual dan muntah.
b) Pola eliminasi
o Terjadinya perubahan defekasi, adanya darah pada feses
o Konstipasi
c) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Mengkaji bagaimana pasien mempersepsikan penyakitnya dan bagaimana tatlakasan kesehatan di rumahnya. Dan kebiasaan pasien misalnya minum alkohol, obat-abatan dan kebiasaan merokok.
d) Pola aktifitas dan latihan
e) Pola tidur dan istirahat
Kaji berapa lama pasien beristirahat dan jika ada waktu yang luang apa yang dilakukan pasien.
Kaji pula apakah pasien mengalami gangguan saat tidur yang berhubungan dengan penyakitnya.

b. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,50C, bila suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksila dan rektal sampai 10C, pada infesi perut tidak di temukan gambaran spesifik, kembung sering terlihay pada penderita dengan komplikasi perforasi penonjolan perut kanan bawah atau abses periapendikuler.
Pada palpasi di dapatkan nyeri yang terbatas pada ragio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Nyeri tekan perut kanan bawah perut ini merupakan kunci diagnosis, pada penekanan kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pemeriksaan Laboratorium
 Darah lengkap
 Kadar elektrolit darah
 Urine lengkap
 Pemeriksaan radiology

c. Analisa Data
 Pre operasi
 Data subjektif biasanya didapatkan dengan keluhan nyeri dan sakit sekali pada perut, perut kembung, muntah, sulit untuk BAB, perasaan takut, hawatir, dan lain-lain.
 Data objektif dapat terlihat pasien meringis menahan sakit kadang menarik napas panjang, wajah pucat, kebersihan badan tak terurusi dan lain-lain.
 Post operasi
 Data subjektif didapatkan keluhan pusing, sakit kepala pada luka operasi (nyeri) dan lain-lain.
 Data objektif, pasien dalam keadaan terbaring, terpasang infus, dan lain-lain.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari masalah yang ada maka kita dapatkan masalah diagnosa keperawatan sebagai berikut :

 Diagnosa Pre Operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) abdomen yang timbul mendadak di daerah epigastrium.
2. Cemas sehubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan di tandai dengan pasien sring menanyakan tentang bagaimana tindakan operasi dilakukan.

 Diagnosa post operasi
1. Ketidaknyamanan (nyeri) sehubungan dengan luka operasi di tandai dengan pasien sering menarik napas panjang menahan nyeri.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan luka operasi.

3. PERENCANAAN
Perencanaan berisi tujuan pelayanan perawatan dari rencana tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dari tujuan serta rasionalisasi dari rencana tindakan.
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) abdomen yang timbul mendadak di daerah epigastrium.
a. Tujuan rasa nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil :
 Penderita mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
 Ekspresi wajah tidak menyeringai.
 Pasien dapat tidur dan istrahat dengan tenang.

c. Rencana tindakan :
I. Beri penjelasan pada pasien dan keluarga tentang sebab-sebab nyeri.
Rasional :
Dari penjelasan yang di berikan, diharapkan pasien tahu sebab-sebab nyeri sehingga dapat di ajak kerja sama.
II. Alihkan perhatian pasien dengan membaca koran, majalah dan mendengarkan radio dan lain-lain.
Rasional :
Dengan mengalihkan perhatian pasien, diharapkan rasa nyeri hilang / terlupa sejenak.
III. Ajak pasien bercerita tentang sesuatu hal yang menyenangkan.
Rasional :
Dengan mengajak bercerita yang menyenangkan akan membuat pasien tidak menyadari rangsangan nyeri.
IV. Observasi gejala cardinal
Rasional :
Observasi gejala cardinal untuk mengetahui perkembangan pasien dan membuat pasien merasa di perhatikan.

2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan luka operasi :
a. Tujuan : tidak terjasi infeksi
b. Kriteria hasil :
 Luka kering dan bersih
 Tidak terdapat tanda keradangan
c. Rencana Tindakan
1. Beri penjelasan pada penderita tentang manfaat perawatan luka dan tanda serat dangejala infeksi
Rasional :
Dari penjelasan yang diberikan diharapkan pasien dapat di ajak kerja sama dalam mencegah terjadinya infeksi
2. Observasi keadaan luka operasi dan drainase insisi
Rasional :
Dengan Observasi di ketahui kelainan-kelainan yang terjadi pada drainasi insisi dan keadaan luka.
3. Kaji proses penyembuhan
Rasional :
Dengan Observasi penyembuhan maka keadaan luka diketahui pasien dan tanda-tanda keradangan dapat di antisipasi.
4. kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian anti Biotik
Rasional :
Anti Biotik mempunyai efek membunuh serta mengurangi perkembanganbiakan kuman penyakit.

4. PELAKSANAAN
Pelaksanaan yang di maksud adalah realisasi dari kegiatan yang dilakukan.

5. EVALUASI
a) Tujuan tercapai, bila pasien mampu menunjukan prilaku pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang ditentukan.
b) Tujuan sebagaian tercapai, bila pasien mampu menunjukan prilaku, tetapi hanya sebagian dari tujuan yang di harapkan tercapai.
c) Tujuan tidak tecapai, bila pasien tidak mampu atau menunjukan prilaku yang diharapkan sesuai tujuan yang telah ditentukan.