Kamis, 14 Januari 2010

ABORTUS

DEFINISI
Sebagaiman kita ketahui bahwa abortus itu sendiri merupakan berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu hidup diluar kandungan dengan berat kurang dari 500 gram atau sebelum usia kehamilan 20 minggu. Pada kehamilan muda tak jarang abortus didahului oleh kematian mudigah.

ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, diantarnya :
1. Kelainan pertumbuhan masa konsepsi. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keliananm pada masa konsepsi ini yaitu, kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna, pengaruh dari luar.
2. Kelaianan pada plasenta.
Endartentis dapat terjadi dalam vili koriates dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hiprtensi menahun.
3. Penyakit ibu.
Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkn abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasnta masuk kejanin, sehingga menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti penyakit brosellosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis juga dapat menyebabkan walaupun lebih jarang.
4. Kelainan traktus genitalis.
Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelaianan bawaan uterus dapat menyebabakn abortus.

Secara klinik abortus dapat dibedakan atas :
1. Abortus imminens, yaitu peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dimana hasil konsepsi masih berada di dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosisnya dapat ditegakkan pada wanita hamil dengan perdrahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit tatu tidak sakit sama sekali, uterus membesar sesuai usia kehamilan, serviks belu membuka dan tes kehamilan positif.
Penanganannya berupa :
1. istirahat baring
2. USG
3. pemberian hormon
2. Abortus insipiens, yaitu peristiwa perdarahan uterus pad kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkta, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
3. Abortus inkompletus, yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertnggal dalam uterus.
Penanganannya , apabila perdarahannya disertai dengan syok dapat diberikan infus NaCl atau RL. Setelah syoknya tertangani, pengerokan dapat dilakukan.
4. Abortus habitualis, yaitu abortus spontan yang terjadi lebih dari tiga kali berturut-turut.
Penanganannya, dapat diberikan infus dan transfusi darah dan segera berikan antibiotik seperti penicilli 4x1,2 juta dan gentamycin 3x8 mg, chloromycetin 4x500 mg, cephalosporin 3x1 gr, sulbenicillin 3x 1-2 gr. Kuretase dapat dilakukan dalam 6 jam dan penangnan demikian dapat dipertanggung jawabkan karena pengeluaran sisa-sisa abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrotik yang bertindak sebagai medium pembiakan bagi jasad renik.
5. Abortus servikalis yaitu keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh osteum uteri eksternum yang tuidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, bundar dan dindingnya menipis.terapai terdiri dari dilatasi serviks dengan busi hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
6. Missed abortus, yaitu kamatian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Penanganannya tergantung dari kondisi janin itu sendiri, dilihat dari kadar fibrinogen dalam darah. Kondisi ibu juga perlu diperhatikan. Pengeluaran hasil konsepsi pada missed banortus dapat dilakukan dengan cara laminan selama 12 jam dalam kanalis servikalis yang kemudian dapat diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk kedalam cavum uteri.
Jika besar uterus melebihi dari 12 minggu usia kehamilan maka pengeluaran hasil konsepsi diusahakan dengan infus intravena oksitosin dengan dosis cukup tinggi.
7. Abortus infeksious (abortus septik), yaitu baortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus septik merupakan baortus dengan infeksi yang berat disertai penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau peritonium.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Test HCG Urine Indikator kehamilan Positif
2. Ultra Sonografi Kondisi janin/cavum ut terdapat janin/sisa janin
3. Kadar Hematocrit/Ht Status Hemodinamika Penurunan (< 35 mg%)
4. Kadar Hemoglobin Status Hemodinamika Penurunan (< 10 mg%)
5. Kadar SDP Resiko Infeksi Meningkat(>10.000 U/dl)
6. Kultur Kuman spesifik Ditemukan kuman


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva lembab
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
a. Kaji kondisi status hemodinamika
R : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
b. Ukur pengeluaran harian
R : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
d. Evaluasi status hemodinamika
R : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik

2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
R : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R : Mengistiratkan klilen secara optimal
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
R : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
R : Menilai kondisi umum klien

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
R : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
R : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian analgetika
R : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik

4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
R : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
R : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
R : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
d. Lakukan perawatan vulva
R :Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi.
e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
R : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan
R : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.

5. Cemas s.d kurang pengetahuan
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit
R : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
R : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit
c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
R : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien
d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
R : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan
e. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga
R : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.


DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad(1981) Obstetri Patologi, Elstar Offset, Bandung
Jnpkkr-Pogi (2000), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Wong,Dona L& Perry, Shanon W (1998) Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia
– (--), Protap Pelayanan Kebidanan RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya

ANGINA PEKTORIS

A. PENGERTIAN
1. Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel. (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik, 1993)
2. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
3. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)

B. ETIOLOGI
1. Ateriosklerosis
2. Spasme arteri koroner
3. Anemia berat
4. Aorta Insufisiensi

C. FAKTOR-FAKTOR RESIKO
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
2. ArtritisDiet (hiperlipidemia)
a. Rokok
b. Hipertensi
c. Stress
d. Obesitas
e. Kurang aktifitas
f. Diabetes Mellitus
g. Pemakaian kontrasepsi oral
3. Tidak dapat diubah
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Ras
d. Herediter
e. Kepribadian tipe A

D. FAKTOR PENCETUS SERANGAN
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
1. Emosi
2. Stress
3. Kerja fisik terlalu berat
4. Hawa terlalu panas dan lembab
5. Terlalu kenyang
6. Banyak merokok

E. GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.
2. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
3. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
4. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
5. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines.
6. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
7. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

F. TIPE SERANGAN
1. Angina Pektoris Stabil
 Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.
 Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
 Durasi nyeri 3 – 15 menit.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil
 Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.
 Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
 Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
 Kurang responsif terhadap nitrat.
 Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.
 Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.
3. Angina Prinzmental (Angina Varian).
 Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
 Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
 EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.
 Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
 Dapat terjadi aritmia.

G. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah jantung.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

I. FOKUS INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.
Intervensi :
 Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.
 Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30 jam pertama) dengan posisi semi fowler.
 Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.
 Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.
 Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.
 Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.
 Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
 Kolaborasi pengobatan.
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.
Intervensi :
 Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.
 Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas perawatan diri sesuai indikasi.
 Catat warna kulit dan kualittas nadi.
 Tingkatkan katifitas klien secara teratur.
 Pantau EKG dengan sering.
3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.
Intervensi :
 Jelaskan semua prosedur tindakan.
 Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.
 Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti sebelumnya.
 Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.
 Kolaborasi.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
 Tekankan perlunya mencegah serangan angina.
 Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina.
 Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, perubahan diet dan olah raga.
 Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama aktifitas, hindari tegangan.
 Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.
 Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC, 2000.
2. Chung, EK, Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Jakarta, EGC, 1996
3. Doenges, Marylinn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC, 1998
4. Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume 2, Jakarta, EGC, 1998
5. Long, C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah 2, Bandung, IAPK, 1996
6. Noer, Sjaifoellah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI, 1996
7. Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi Buku I Jakarta, EGC, 1994
8. ……., Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik (Kumpulan Bahan Kuliah edisi ketiga),Jakarta : RS Jantung Harapan Kita, 1993.
9. Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien Volume I, Jakarta, EGC, 1998
10. Underwood, J C E, Pathologi Volume 1 , Jakarta, EGC, 1999

ANEMIA SEL SABIT

A. Pengertian.
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535)

B. Anatomi fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intrasellular. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna. (Price A Sylvia, 1995, hal : 231)

C. Penyebab / Etiologi
Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah : (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
1) Infeksi
2) Disfungsi jantung
3) Disfungsi paru
4) Anastesi umum
5) Dataran tinggi
6) Menyelam

D. Insiden
Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Dikenal 3 jenis mutasi gen yaitu bantu, benin dan senegal yang diberi nama sesuai daerah asalnya. Prevalensi Hb S lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Hemoglobin S adalah hemoglobin abnormal yang paling banyak didapat. Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535)

E. Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantia beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai.
Trail sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga sel darah merah masih mampu mensintesa kedua rantai beta, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat.
Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan mempunyai s bila ada hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit.rantai (Smeltzer C Suzanne, 2002, hal : 943 – 944).

F. Manifestasi klinik
1. Sistem jantung : nafas pendek, dispnea sewaktu kerja berat, gelisah
2. Sistem pernafasan : nyeri dada, batuk, sesak nafas, demam, gelisah
3. Sistem saraf pusat : pusing, kejang, sakit kepala, gangguan BAK dan BAB
4. Sistem genitourinaria : nyeri pinggang, hematuria
5. Sistem gastrointestinal : nyeri perut, hepatomegali, demam
6. Sistem okular : nyeri, perubahan penglihatan, buta
7. Sistem skeletal : nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki. (Price A Sylvia, 19995, hal : 240)

G. Tes diagnostic
a) Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% - 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b) Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit.
c) Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait)
d) Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
e) LED : meningkat
f) GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
g) Bilirubin serum : meningkat
h) LDH : meningkat
i) IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
j) Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
k) Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang (Doenges E.M, 2002, hal : 585).

H. Prognosis / Penatalaksanaan
Sekitar 60 % pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak.
Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi sel darah merah hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik
Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 534)

I. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi.
Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536).

J. Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Tranfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan.
Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah. Pada kelompok penderita terdapat insiden yang tinggi terhadap ketergantungan obat, terdapat juga insiden yang tinggi atas sulitnya mengikuti sekolah dan melakukan pekerjaan. (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
hindari faktor-faktor yang diketahui mencetuskan
a. Profilaktik krisis.
b. Asam folat, misalnya 5 mg perhari, jika diit buruk.
c. Gizi umum baik dan hygiene.
d. Krisis – istirahat, dehidrasi, berikan antibiotik jika terdapat infeksi, bikarbonat jika pasien asidosis. Analgetik kuat biasanya diperlukan, transfusi diberikan hanya jika anemia sangat berat dengan gejala transfusi. Sukar mungkin dibutuhkan pada kasus berat.
e. Perawatan khusus diperlukan pada kehamilan dan anestesi sebelum persalinan atau operasi, pasien dapat ditransfusi berulang dengan darah normal untuk mengurangi proporsi haemoglobin S yang beredar.
f. Transfusi ini juga kadang-kadang diberikan pada pasien yang sering mengalami krisis untuk menekan produksi Hb S secara lengkap selama jangka waktu beberapa bulan. (Hoffbrand V.A, 1996, hal : 77).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan melalui 4 tahap yang terdiri dari pengkajian, perencanam pelaksanaan, dan evaluasi.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistematis yang diterapkan dalam melaksanakan fungsi keperawatan, pendekatan yang dimiliki, karakteristik, sistematis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.

PENGKAJIAN DATA
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan, diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Informasi akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan. Sebagai sumber informasi dapat digunkan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan atau sumber data sekunder. Metode pengumpulan data meliputi : pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan.
Data yang perlu dikumpulkan pada klien dengan anemia adalah sebagai berikut :

PENGUMPULAN DATA
1. Identifikasi klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Identitas penanggung
3. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama : pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita,
Pemerisaan fisik
4. Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari.
Kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat.
Tanda : Gangguan gaya berjalan
5. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi atau nyeri.
Tanda : Tekanan darah menurun, nadi lemah, pernafasan lambat, warna kulit pucat atai sianosis, konjungtiva pucat.
6. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari.
7. Integritas ego
Gejala : Kuatir, takut.
Tanda : Ansietas, gelisah.
8. Makanan / cairan
Gejala : Nafsu makan menurun.
Tanda : Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.
9. Hygiene
Gejala : Keletihan / kelemahan
Tanda : Penampilan tidak rapi.
10. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala / pusing, gangguan penglihatan.
Tanda : Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
11. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada punggung, sakit kepala.
Tanda : Penurunan rentang gerak, gelisah.
12. Pernafasan
Gejala : Dispnea saat bekerja.
Tanda : Mengi
13. Keamanan
Gejala : Riwayat transfusi.
Tanda : Demam ringan, gangguan penglihatan.
14. Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido.
(Doenges, E, Marilynn, 2000, hal : 582 – 585).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Jumlah darah lengkap (JDL) : leukosit dan trombosit menurun.
b) Retikulosit : jumlah dapat bervariasi dari 30 % - 50 %.
c) Pewarnaan SDM : menunjukkan sebagian sabit atau lengkap.
d) LED : meningkat
e) Eritrosit : menurun
f) GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
g) Billirubin serum : meningkat
h) LDH : meningkat
i) TIBC : normal sampai menurun
j) IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
k) Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
l) Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang.

KLASIFIKASI DATA
Data subjektif
1. Keletihan / kelemahan.
2. Nokturi.
3. Nafsu makan menurun.
4. Nyeri pada punggung.
5. Sakit kepala.
6. Berat badan menurun.
7. Gangguan penglihatan.
Data objektif
1. Konjungtiva pucat.
2. Gelisah.
3. Warna kulit pucat.
4. Gangguan gaya berjalan.
5. Tekanan darah menurun.
6. Demam ringan.
7. Eritrosit menurun.
8. Bilirubin serumen : meningkat.
9. JDL : leukosit dan trombosit menurun.
10. LDH meningkat. (Doenges E. Mariylnn, 2000, hal : 582 – 585).

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun potensial adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada sum-sum tulang.
3. Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
5. Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
7. Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
b. Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
c. Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
d. Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a. Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.
b. Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c. Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.
d. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.

3. Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan aktivitas sendiri.
Tindakan keperawatan
a. Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.
b. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.
e. Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru..
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi makan dihabiskan.
Tindakan keperawatan :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering dan bervariasi
Rasional : Pemasukan makanan atau menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar pasien tidak merasa bosan.
c. Beri HE tentang pentingnya makanan atau gizi
Rasional : Makanan yang bergizi dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya..
d. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
e. Penatalaksanaan pemberian vitamin B1.
Rasional : Vitamin bisa menambah nafsu makan.
f. Konsul pada ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria : kulit segar, sirkulasi darah lancar
Tindakan keperawatan .
a. Kaji integritas kulit, catat pada perubahan turgor, gangguan warna
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilitas
b. Anjurkan permukaan kulit kering dan bersih
Rasional : Area lembab, terkontamiansi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik
c. Ubah posisi secara periodik
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan / mempengaruhi hipoksia selular.
d. Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan statis vena / pembentukan edema.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
Tujuan : Mencegah / menurunkan resiko infeksi
Tindakan keperawatan
a) Berikan perawatan kulit
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi
b) Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi
c) Tingkatkan masukan cairan adekuat
Rasional : Membantu dalam mengencerkan sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh
d) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia.
Rasional : Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya
Tujuan : Memahami tentang penyakitnya, mau menerima keadaan penyakitnya, klien tidak bertanya tentang penyakitnya
Tindakan keperawatan
e) Berikan informasi tentang penyakitnya
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
f) Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional : Memberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan klien untuk memilih informasi
g) Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4 – 6 liter cairan perhari
Rasional : Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit / krisis.
h) Dorong latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.

IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.

EVALUASI
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.

Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria :
Evaluasi pada klien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut :
Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria :
a.Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
b.Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.

Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
a.Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
b.Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.

Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria :
a. Myatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
b. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.

Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
a.Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.

Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria :
a.Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.

Sumber:
1.Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
2.Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC : Jakarta.
3.Price A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta.
4.Hoffbrand V.A, Pettit E.J, (1996), Kapita Selekta Hematologi, EGC : Jakarta.
5.Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
6.Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.